Sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam Journal of the Pakistan Medical Association meneliti penyebab mengapa seorang bayi tanpa kulit bisa terlahir.
Bayi tanpa kulit lahir dari ibu yang mengonsumsi obat keras saat hamil
Sejak dalam kandungan, pertumbuhan bayi tanpa kulit ini memang sudah begitu lambat. Berbeda dari bayi normal lainnya, saat bayi ini lahir, lebih dari 90% tubuhnya tidak memiliki kulit. Ia pun tidak memiliki kuku, tidak ditumbuhi rambut sehelai pun, tidak memiliki bulu mata dan juga alis.
Tak hanya itu, bayi ini juga tidak memiliki puting di payudara mungilnya, pertumbuhan telinga tidak sempurna, dan seluruh pembuluh darah di tubuhnya bisa terlihat begitu jelas.
Saat dilahirkan, beratnya hanya 1,02 kg, lingkar kepalanya hanya 26,5 cm. Perlu diketahui bahwa pada umumnya lingkar kepala bayi yang baru dilahirkan biasanya sekitar 33 cm hingga 38 cm.
Dengan kondisinya seperti ini, ia pun harus mendapatkan perawatan intensif di inkubator. Meskipun begitu, setelah mendapatkan perawatan selama empat hari, bayi ini pun meninggal dunia.
Kondisi langka; Aplasia cutis congenita
Dermatitis Aplasia cutis congenita merupakan kondisi seseorang yang tidak memiliki kulit sejak lahir. Sampai saat ini, bayi yang terlahir dengan kondisi seperti ini memang masih jarang terjadi.
Sebagian besar kondisi ini terjadi di area kepala, dan bisa terjadi pada semua jenis kelamin, baik perempuan ataupun laki-laki.
Apa yang sebabkan kelainan seorang bayi tanpa kulit
Diketahui, sang ibu memiliki riwayat telah melahirkan dua kali. Sebelumnya, kedua anaknya lahir dengan sehat, kuat dan tidak memiliki kelainan, termasuk kelainan pada kulit seperti yang dialami oleh bayi mungil ini.
Saat melahirkan, sang ibu mengaku bahwa dirinya tidak memiliki riwayat cacar air atau mengalami ruam-ruam selama kehamilan. Namun, ia mengaku kalau memiliki riwayat pemphigus vulgaris.
Apa itu pemphigus vulgaris?
Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang langka. Penyakit ini menyebabkan gelembung di kulit atau mulut. Gelembung tumbuh secara bertahap, pecah, hingga akhirnya meninggalkan bekas luka.
Dijelaskan oleh dr.Yarayut Suksathit Dermatology Institute, pemphigus merupakan pankreatitis kronis atau radang pada kelenjar pankreas yang terjadi dengan dua bentuk yang sangat berbeda yaitu akut dan kronis.
Penyakit ini memang disebabkan karena faktor disfungsi pada kekebalan tubuh. Di mana kulit pada area mulut mudah terkelupas. Serta dapat menyebabkan difteri dan dermatitis. Penyakit ini bisa ditemukan semua usia, termasuk anak-anak, baik laki-laki ataupun perempuan.
Gejala utamanya adalah 50% penderita akan memiliki gelembung atau bisul di mulut. Umumnya ditemukan lecet pada gusi, pipi atau langit-langit mulut. Abrasi dapat ditemukan di beberapa area atau menyebar ke seluruh mulut. Rasa sakit yang ditimbulkan bisa sangat parah.
Kondisi ini tentu saja akan membuat penderita tidak nyaman, kehilangan selera makan hingga berisiko mengalami malnutrisi dan berisiko membuat suara menjadi serak.
Karena itulah saat sedang mengandung, sang ibu mengaku kalau dirinya harus diobati dengan obat-obatan yang ternyata berisiko bagi kesehatan janin.
Sang ibu mengatakan ia sempat mendapatkan obat propranolol yang harus ia minum sebanyak 60 mg setiap harinya selama 2 bulan pertama kehamilan. Kemudian, secara bertahap dosis pun kian berkurang menjadi hingga 30 mg/hari.
Selain itu, ia juga mengonsumsi azathioprine 150 mg/harinya. Sejak usia kehamilannya memasuki usia 6 minggu sampai minggu ke-20 kehamilan. Kemudian, secara bertahap dokter pun mengurangi jumlahnya hingga 15 mg setiap hari.
Jangan sembarangan mengonsumsi obat saat hamil
Perlu diketahui bahwa penggunaan azathioprine pada kehamilan dikategorikan sebagai kategori D oleh FDA. Artinya, penggunaan azathioprine pada ibu hamil sebenarnya tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada janin.
Selain itu juga bisa terajdi peningkatan risiko persalinan prematur, berat lahir rendah, serta risiko kelainan kongenital seperti gangguan kepala dan leher, paru-paru tangan dan kaki, kandung kemih, uretra, sistem darah, kelainan pada kulit, dan kelainan lainnya.
Tentu saja, tidak ada seorang ibu ataupun dokter mana pun yang menginginkan bayi di dalam rahim mendapatkan risiko gagal tumbuh. Oleh karena itulah ibu hamil perlu memastikan obat yang ia konsumsi aman, sehingga tidak memengaruhi pertumbuhan janin menjadi terhambat.
Seorang ibu, wajib menjaga kesehatannya untuk menjaga tumbuh kembang janin bisa sempurna. Hindari untuk memiliki kontak langsung dengan orang atau area yang berisiko menginfeksi Anda.
Hal ini tentu saja untuk memastikan bahwa bayi yang tumbuh dalam rahim Anda tetap sehat, dan tentunya tidak mengalami kelainan apapun.
Artikel ini disadur dari artikel Sirilak Uthayarat, theAsianparent Thailand