Lagi-lagi, kabar duka terkait pembunuhan anak kembali terulang. Seorang balita dianiaya dan dibunuh ayah tiri di Malang, Jawa Timur, membuat masyarakat geram. Tindakan pembunuhan ini dipicu karena balita berusia 3 tahun itu buang air besar (BAB) di celana.
Adalah Ery Age Anwar (36) ayah tiri balita berinisial AA yang menjadi tersangka kekerasan bocah ini meregang nyawa. Kapolres Malang Kota AKBP Dony Alexander menyatakan kalau tindakan ini dilakukan Ery lantaran merasa risih dan kesal karena korban BAB di celana.
Artikel terkait: Meninggal di Kereta; Kisah Mengharukan Bayi Pejuang Atresia Bilier
Kronologi balita dibunuh ayah tiri karena BAB di celana
Menurut keterangan Kapolres Malang, tersangka kesal lantas menyuruh balita AA ke kamar mandi. Tak lama tersangka menyusul dan mengguyurkan air ke tubuh korban. Tak hanya itu, Dony Alexander mengatakan kalau korban juga mendapatkan kekerasan. Ia dipukul, ditendang di bagian punggung dan perutnya diinjak saat terjatuh di kamar mandi.
“Kronologinya, BAB tidak pada tempatnya, terus emosi. Korban disiram air kemudian terjatuh, diinjaklah punggung korban sebanyak dua kali secara keras. Korban kesakitan, dibaringkan dan diinjak lagi pada bagian perut sekali dengan keras. Itulah yang mengakibatkan adanya pendarahan pada bagian usus besar,” kata Dony dikutip dari VIVAnews.
Tidak hanya sekali, penganiayaan terhadap AA yang masih di bawah umur dilakukan Ery berkali-kali. Ery mengaku pernah memukul serta sering mencubit korban AA pada bagian tubuh karena jengkel.
“Perlakuan kasar dengan mencubit korban, sering dilakukan oleh tersangka. Jadi memang bukan pertama kali kekerasan pernah dialami korban. Lalu yang terakhir dilakukan tersangka sampai korban meninggal dunia,” ungkap Dony dikutip dari Detiknews.
Ery juga mengaku kalau korban AA tidak hanya sekali BAB dan popos tidak pada tempatnya.
“Saya jengkel, dia (korban) sering buang air besar (BAB) dan buang air kecil sembarangan,” kata Ery.
Karena tindakannya tersebut, Ery dijerat dengan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana penjara 15 tahun.
Diketahui, sebagai ayah, Ery mengasuh dua anak. Selain korban AA yang merupakan anak tirinya, ia pun mengasuh satu anak kandungnya dari pernikahan sebelumnya dengan Hermin Susanti.
Orangtua bisa membunuh anak, mengapa hal ini terjadi?
Tindakan kekerasan hingga berujung dengan pembunuhan seorang ayah terhadap anaknya memang bisa dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Salah satunya bisa dikarenakan ketidaksiapan menjadi orangtua.
Tidak bisa bisa dipukiri, tugas dan peran menjadi orangtua tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini juga yang ditegaskan oleh Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Bagong Suyanto.
Kepada Okezone, ia mengungkapkan maraknya aksi kekerasan yang dilakukan orangtua pada anak yang seharusnya dilindungi, hal ini memang tidak terlepas karena faktor belum siapnya mereka menjadi ayah, dan bertanggung jawab mendidik anak serta menerima kenyataan hidup.
“Faktor kemiskinan tetap paling dominan menjadi penyebab semua ini. Makanya banyak korban itu berasal dari keluarga menengah ke bawah,” ujar Bagong.
Di samping itu, Bagong juga menilai kalau tindakan kekerasan orangtua terjadap anaknya, bisa terjadi karena kebiasaan buruk dari orangtua. Di mana tindakan kekerasan memang sudah menjadi sebuah rutinitas. Termasuk kebiasaan seperti mengonsumsi minuman keras, kecanduan obat sampai berjudi yang masih dilakukan setelah mereka berumah tangga. Tindakan seperti inilah yang kemudian bisa memicu adanya gejolak pada keluarga.
Artikel terkait: Curahan Hati Seorang Wanita, “Suamiku Selingkuh Ketika Aku Sedang Hamil…”
“Mereka (pelaku) belum siap untuk menjadi orang tua. Bahkan banyak juga anak-anak yang jadi korban itu memang lahir tidak dikehendaki orang tuanya,” tukasnya.
Selain itu, katanya, kebiasaan buruk dari orang tua yang sejak muda menjadi rutinitas kerap memicu terjadinya kekerasan. Kebiasaan seperti minum-minuman keras, kecanduan obat sampai berjudi yang masih dilakukan setelah mereka berumah tangga. Kondisi ini tentu menimbulkan gejolak pada keluarganya. “Mereka (pelaku) belum siap untuk menjadi orang tua. Bahkan banyak juga anak-anak yang jadi korban itu memang lahir tidak dikehendaki orang tuanya,” ucapnya.
Melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan yang dilakukan para orangtua kepada anaknya, tentu ada beragam faktor yang perlu diperhatikan dan ‘diperbaiki. Namun, hal penting untuk diingat adalah memerhatikan kesehatan mental. Sama dengan penyakit fisik, kondisi psikologis tentu saja tidak bisa disepelekan.
***
Referensi: VIVAnews, Detiknews, Okezone