Ketika atlet balap sepeda Lance Armstrong mengumumkan pengunduran dirinya setelah memenangkan Tour de France ketujuh kalinya, ia punya tujuan berikutnya – yaitu memberikan putranya sesosok ayah yang baik.
Tentu saja seperti kebanyakan ayah, saya juga ingin menjadi ayah yang baik untuk anak-anak.
Saya menyadari pentingnya peran orang tua dalam kehidupan anak-anak. Saya dan istri memiliki perjanjian tak tertulis dalam membesarkan anak-anak. Ketika mereka masih bayi, ia merawat dari ‘input’ (menyusui) dan saya bertanggung jawab dari ‘output’ (mengganti popok).
Sekarang setelah anak-anak lebih dewasa, istri mengajarkan anak-anak dan saya membimbing serta mengajak bermain mereka. Sebagai contoh, bila istri mengajari anak-anak bermain catur, saya bertugas melatih kemampuan mereka. Akibatnya, kami menghabiskan waktu belajar dan bermain bersama.
Anak-anak kami sekarang sudah masuk SD. Kami berbicara tentang segala hal dan mereka merasa nyaman bercerita apapun kepada saya. Tampaknya kedekatan saya dengan anak-anak sejak kecil membuahkan hasil.
Analoginya, aturan dasar untuk berhasil untuk menjadi ayah yang baik tidak berbeda dengan “aturan dalam bisnis”, yaitu berusaha memahami kebutuhan klien dan memenuhinya dengan cara terbaik. Dalam kasus ini, ‘klien’ adalah anak-anak kita. Dengan pemahaman itu, saya bertanya kepada anak-anak saya, “Apa yang paling kamu sukai tentang ayah?”
Jawaban mereka adalah:
• “Ayah selalu bermain bersama kami.”
• “Ayah membacakan cerita lucu sebelum tidur.”
• “Ayah banyak menghabiskan waktu untuk saya.”
• “Ayah membuat saya merasa dicintai.”
• “Ayah adalah pahlawanku.”
Anak-anak sering kali menjadi guru terbaik untuk kita. Komentar mereka memberi pandangan bagaimana menjadi ayah yang baik. Dari komentar-komentar di atas, saya simpulkan ada 5 faktor untuk menjadi ayah yang baik sesuai harapan anak :
1. Kehadiran ayah di tengah keluarga
Peter Lim, penulis buku Little Miracles – The Journey to Parenthood, berkata kepada saya, “Hadiah terbaik seorang ayah untuk anak adalah keberadaannya.” Untuk anak, mendapatkan mainan yang mahal tidak sepenting kehadiran ayah ketika dibutuhkan.
2. Ayah adalah teman bermain dan tertawa
Anak kami menikmati cerita-cerita lucu yang aku bacakan. Tertawa bersama adalah cara yang baik untuk menutup hari sebelum tidur. Tertawa adalah alat terbaik untuk menjaga pintu hati anak-anak kita agar tetap terbuka. Ini adalah hal penting yang membuat mereka tetap datang kepada kita, terutama ketika mereka ada masalah atau membutuhkan bimbingan dan dukungan.
3. Cinta kasih
Hati saya luluh ketika anak berkata, “Ayah membuat saya merasa dicintai.” Tidak ada keraguan bahwa semua orang tua cinta anak-anak mereka, tetapi tidak semua anak merasa dicintai. Entah bagaimana, cinta orang tua sering tidak ditransmisikan secara efektif. Kita tidak boleh takut untuk mengekspresikan cinta kita untuk anak-anak, misalnya pelukan di pagi hari dan menyelimuti mereka sebelum tidur.
Untuk mencintai anak-anak kita perlu menerima mereka tanpa syarat, tidak peduli apa yang mereka lakukan. Teradang, kita mungkin tidak senang dengan perilaku mereka tetapi daripada memarahi mereka, lebih baik kita menyelami apa yang mebuat mereka bertindak demikian.
Ekspresi cinta seorang ayah tidak berhenti pada anak. Sebuah kata bijak yang saya dapatkan dari Hock, Ketua Dewan Keluarga Nasional: “Hadiah terbaik yang dapat kita berikan kepada anak-anak adalah mencintai ibu mereka.” Dengan mencintai ibu mereka, kita menciptakan keluarga yang penuh kasih sayang.
4. Ayah memimpin dan menjadi teladan
Sebagai ayah, kita sering dianggap sebagai ‘pahlawan’ di mata anak-anak kita. Mereka melihat kita sebagai contoh. Ketika anak berkata bahwa saya adalah pahlawan mereka, ada 2 hal yang tersirat.
Pertama, saya membuat mereka merasa aman dengan membimbing mereka dalam menghadapi ketakutan mereka. Kedua, saya memberikan contoh apa yang mereka cita-citakan. “Ketika aku besar nanti, aku ingin menjadi seperti Ayah,” itu yang sering mereka katakan.
5. Fleksibilitas
Kesuksesan menjadi ayah yang baik bukannya karena memiliki keahlian pada salah satu bidang tersebut, tetapi dalam memiliki fleksibilitas berganti peranan pada waktu yang tepat.
“Ketika anak-anak masih kecil, aku ayah mereka. Sekarang mereka telah dewasa, saya lebih menjadi seorang teman yang kebapakan,” ujar Hock.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.