Setiap orangtua di mana pun pasti menginginkan buah hatinya lahir dengan sempurna, begitu juga dengan kami. Saat anak bungsuku lahir, kami sambut dengan suka cita. Tapi ternyata Tuhan ingin memberikan kami kejutan yang tidak pernah kami sangka sebelumnya. Anakku terlahir dengan kondisi Down Syndrome.
Aku yang masih awam dengan istilah itu sudah terpukul dengan kata Down, karena aku tahu artinya terlambat.
Saya menangis sejadi-jadinya dan terpuruk hingga beberapa waktu. Aku menyembunyikan kenyataan tersebut dari suamiku.
Aku terus mencari informasi apa itu Down Syndrome, hingga akhirnya aku baru paham, bahwa hal itu berarti kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental.
Kondisi ini menyebabkan anakku hingga usia 11 bulan belum bisa duduk, dan kepalanya pun masih terkulai.
Ketika sedih dan rasa khawatir melihat lambatnya perkembangan buah hatiku sudah tak tertahankan, aku memberanikan diri untuk mengatakan segalanya pada suamiku. Meski pun khawatir, namun aku harus mengatakan hal yang sebenarnya.
Subhanallah, suamiku tidak marah. Beliau malah berkata,”Kenapa Mamah menyimpan duka sendirian?”
Sejak itu kami mulai membawa anak kami ke dokter specialis anak, dokter menyarankan kami untuk segera membawa anak kami terapi.
Yah..sejak usia 11 bulan anak kami yang diberi nama Fawwaz Nazwan Shafwana mulai terapi motorik kasar dan halus. Menjelang usai 3 tahun, terapi dilanjutkan dengan terapi bicara.
Alhamdulillah, dari waktu ke waktu anak kami mengalami kemajuan yang cukup signifikan walaupun tidak bisa di bilang cepat. Setiap melihat perkembangan sekecil apa pun, kami merasakan kegembiraan dan rasa syukur yang tiada terkira.
Ia tumbuh menjadi anak yang ramah dan ceria
Bagi orang tua yang mempunyai anak normal mungkin hal yang lumrah bila anaknya berkembang sesuai umurnya. Tapi melihat Fawwaz sudah bisa berjalan di usia dua tahun setengah, hal itu merupakan hadiah terbesar bagi kami.
Menginjak usia PAUD Fawwaz bisa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Senyumnya yang selalu ramah mengundang teman-temannya untuk selalu memeluknya.
Iya, anakku memang ramah sekali dan ceria. Namun, ia hanya bisa mengikuti sekolah formal sampai sekolah di taman kanak-kanak saja.
Saat memasuki SD, kami mencoba sekolah inklusi. Tapi karena ayahnya dipindahtugaskan ke tempat yang cukup jauh di pelosok Labuan Banten, akhirnya kami menyekolahkannya di Sekolah Dasar Luar Biasa.
Alhamdulilah, karena dedikasi guru-gurunya, Fawwaz bisa fokus mengikuti akademik sesuai dengan kemampuannya dan semakin mandiri.
Melihat Fawwaz yang sangat suka bermain air, kami mencarikan guru renang untuknya. Sekarang dia bisa berenang dalam kedalaman 3 meter, padahal kami sendiri tidak mampu melakukan hal itu.
Dalam hal ibadah Fawwaz juga sudah faham sejak kecil, dia akan cepat-cepat berwudhu dan mengajak kami untuk segera sholat.
“Mah ayook soyat..” dengan bahasa yang masih belum jelas, Fawwaz selalu membuat kami terpukau, dia mengerti apapun yang kami bicarakan dan selalu berusaha melakukan apa pun sendiri, bahkan tidak jarang dia ingin sekali membantuku mengerjakan pekerjaan rumah.
Ia pun anak yang peka. Setiap hatiku sedih, Fawwaz selalu reflek memelukku seakan mengerti persoalan yang kuhadapi. Dan anehnya, hanya dengan melihat bening bola matanya saja, aku langsung terhibur.
Kehadiran Fawwaz di kehidupan kami memang spesial dia selalu menghadirkan kehangatan dan kebersamaan. Kakak satu-satunya, Nadya, sangat sayang padanya.
Anakku sumber inspirasiku
Kehadiran Fawwaz yang selalu membutuhkan perhatian namun juga penuh perhatian terhadap sekelilingnya, menjadi sumber inspirasi awal aku terjun ke dalam dunia penulis. Ia juga yang senantiasa memberikan dukungan dan mengingatkan agar aku terus produktif menulis.
Ya, percaya atau tidak. Fawwaz selalu menegurku, bila aku lalai mengerjakan tugas menulis skenario kejar tayang.
Sungguh tak terbayangkan, bila kegiatan menulisku yang pada awalnya muncul dari keinginanku untuk menuliskan jejak anakku, mengantarkanku menjadi seorang penulis skenario di berbagai stasiun televisi swasta.
Hingga kini, kami tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan atas anugerah terindah yang diberikanNya. Di setiap doa kami selalu terselip harapan kalau anak kami akan menjadi anak yang bisa membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
Parents, semoga kisah di atas dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.
Ditulis oleh : Tina Sulyati, seorang ibu dua anak yang aktif mengisi layar kaca sebagai seorang penulis skenario untuk tayangan FTV maupun serial animasi, seperti Keluarga Somat, Cermin Kehidupan, Rahasia Tuhan, dsb.