Saya menikah di tahun 2020 dimana Indonesia sedang terkena Pandemi Covid-19. Tidak lama setelah saya menikah, tepatnya 4 bulan setelahnya, saya segera di beri karunia dari Tuhan untuk mengandung anak pertama. Pengalaman pertama yang tidak akan pernah saya lupakan.
Kemudian, 9 bulan setelah mengandung akhirnya saya bisa melahirkan anak laki-laki yang gemas dan lucu. Sungguh bahagianya tidak terkira. Anak yang selama ini saya ajak bicara di dalam kandungan sekarang ada di dunia dan saya bisa menggendongnya kemana-mana.
Proses menjadi orang tua tidaklah mudah. Di bulan pertama, hampir setiap hari rasanya hati ingin menangis. Tapi, saya sendiri pun tidak tahu kenapa. Bukan tidak bahagia, tapi perasaan sedih itu muncul tanpa permisi dan membuat saya hampir mengalami Baby Blues.
Sejak kembali dari Rumah Sakit, saya merawat sendiri anak saya. Bahkan, di saat jahitan operasi saya belum kering, saya sudah memandikan anak saya sendiri di kamar mandi. Ada perasaan bangga karena bisa mengurus anak dengan tangan sendiri.
Melewati bulan pertama akhirnya saya mulai beradaptasi. Bisa menerima bahwa diri saya bukan lagi yang dulu. Saya tidak bisa pergi sesuka hati, tidak bisa bermain seenaknya seperti dulu karena ada anak kecil yang akan selalu mengikuti kemana pun kita pergi. Setiap hari saya hanya berdua dengan anak saya saat suami sedang bekerja. Melihat perkembangan anak dari bayi yang belum bisa apa-apa lalu mulai bisa mengangkat kepala, bisa tengkurap, kemudian bisa duduk, lalu mulai merangkak dan akhirnya berjalan membuat saya bersyukur. Bersyukur karna Tuhan mau menitipkan anak pintar ini kepada saya sebagai ibunya.
Tapi, namanya hidup tidak akan luput dari cobaan. Di bulan ke-8 saya diberi cobaan anak saya mengalami GTM yang berkepanjangan hingga 10 bulan. Beratnya sampai ikut terjun bebas sampai 2 kg. Kemudian, saya cari tahu apa penyebabnya dan mencari dokter baru untuk second opinion. Ternyata, di umur anak yang sudah 10 bulan saya baru tahu kalau anak saya terkena Fimosis. Tak lama setelah tau hal itu anak saya sakit hingga harus diopname selama 4 hari karena terkena ISK (infeksi saluran kemih). Rasanya hati ini hancur karena harus melihat anak kesakitan ditusuk jarum infus, dan lainnya.
Namun, selalu ada pelangi setelah hujan. Segera setelah anak saya sembuh dari ISK, saya dan suami memutuskan untuk meng-khitankan anak kami. Semua berlangsung dengan lancar dan cepat. Sekarang hanya rasa syukur yang selalu saya ucapkan. Karena dengan cobaan yang diberikan Tuhan untuk saya sebagai orangtua, saya bisa menjadi orang tua yang lebih baik lagi.
Tak terasa umur anak saya sudah memasuki 1 tahun. Sudah lancar berjalan, sudah lahap makan, dan sudah belajar berbicara. Saya bersyukur sekali dengan itu semua.
***
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.