Sempat Berjuang di PICU, Anakku jadi Inspirasi dan Penguatku

Pengalaman itu sungguh tak terlupakan...

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Anak adalah anugerah terindah dari Tuhan sekaligus harta berharga bagi seorang Ibu diseluruh penjuru dunia. Anak adalah takdir dari Tuhan yang tidak dapat ditolak sekaligus tidak dapat diminta. Anak adalah dunia para Ibu. Begitu juga dengan anakku, inspirasi dan penguatku. 

Sembilan bulan ku mengandung. Setiap harinya selalu berharap waktu cepat berlalu agar segera tiba dimana waktunya aku bisa menatap dua mata kecil yang indah. Serta menggenggam jari-jari mungil yang menggemaskan. Semua persiapan sudah dilakukan untuk menyambut anak pertamaku. Semua kebutuhan sudah dibeli lengkap supaya makin menguatkan mental untuk menjadi Ibu baru.

Tibalah hari dimana yang menjadi doa akan segera lahir ke semesta. Rasa haru, senang, bangga semua menjadi satu melihat malaikat kecil menangis memberikan tanda bahwa dia sudah terlahir ke dunia. Bahkan, sakitnya jahitan obras hingga ujung pantat tidak aku rasakan. Alhamdulillah… Anak pertamaku lahir melalui persalinan normal dengan berat 3,7 kg.

Hari pertama menjadi seorang Ibu ketika itu hanya senang luar biasa. Tapi, rupanya kesenangan itu hanya berlangsung sampai habisnya obat bius jahitanku aja. Ternyata rasa sakitnya luar biasa. Menembus ke tulang-tulang sampai mengharuskanku minum obat nyeri per-4 jam sekali. Tiba di hari berikutnya ketika aku boleh membawa anakku pulang. Sehari kami berdua tidur di rumah, besoknya anakku harus aku kembalikan ke RS lagi dikarenakan demam tinggi, terus-terusan menangis, dan menolak menyusu.

Setibanya di RS dan setelah mendapat penanganan dari dokter, anakku di diagnosis ISK (Infeksi Saluran Kemih) dimana hasil pemeriksaan saat itu lubang penisnya sempit sehingga anakku tidak bisa mengeluarkan pipisnya. Disinilah mengharuskan dokter memasang alat bantu kateter di tubuh kecilnya. Tak terbayang bagaimana rasa sakit dan tidak nyamannya bayi baru 3 hari lahir sudah dipasangkan kateter yang dimana kita semua tau, sakitnya luar biasa.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tiga hari lamanya anakku diopname di PICU dan setiap hari pula aku datang ke RS untuk melihatnya. Rasa sakit yang luar biasa aku rasakan di jahitanku tak aku hiraukan. Padahal semestinya, walaupun kita melahirkan secara normal juga butuh pemulihan fisik dan psikis. Tapi, rasanya jika 1 hari saja terlewat untuk tidak melihatnya, berdosa sekali perasaanku waktu itu.

Anakku terlihat paling tenang di antara bayi lainnya di PICU. Anakku nggak rewel, tidurnya gampang, tidak terasa sakit raut wajahnya karena dipasang kateter. Malaikat kecilku sudah mengajarkan untuk tidak mengeluh ketika kita sedang sakit. Tetap tenang meski keadaan tidak sedang baik-baik saja. Ekspresi wajahnya seperti berkata “Ami, tenanglah… Aku pasti sembuh dan aku pasti pulang cepat dengan keadaan sehat serta bisa tidur di rumah bersamamu”.

Justru dari situlah timbul rasa bersalah dan mulai menyalahkan diri sendiri. Terlebih ketika DSA (Dokter Spesialis Anak) yang menangani anakku bilang bahwa harus disunat dalam minggu ini supaya lancar pipisnya, hatiku rasanya hancur dan tak tega membayangkan anak sekecil itu harus disunat. Memang betul, kalo lebih cepet penyembuhannya sunat pada bayi yang baru lahir dibanding orang dewasa. Cuman ya… Nggak tega.

Dari situlah aku berkenalan dengan istilah baby blues. Setiap hari isinya menyalahkan diri, nangis, ada atau tidak ada tamu kerjaannya cuman nangis. Sama sekali nggak ada rasa bahagia. Anakku terbengkalai karena aku sibuk menyalahkan diri sendiri. Kenapa anakku harus disunat sekecil ini? Kapan nggak terasa sakit dan lecet lagi waktu nyusuin? Kapan rasa sakit jahitanku ini sembuh?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dan disinilah peran suami juga keluarga. Mereka sama sekali tidak menghakimi. Mereka selalu menguatkan dan menolongku menyadari gejala baby blues pada ibu baru. Keluargaku ikut menemani ke banyak DSA lain dan dokter bedah umum untuk mengobservasi anak pertamaku. Alhamdulillah.. Menemukan dokter bedah umum dan DSA yg mengatakan bahwa anakku belum perlu disunat dulu. Rasa lega luar biasa. Sampai sekarang saya selalu berdoa supaya anak saya bisa disunat seperti kebanyakan anak laki-laki, yaitu di usia 12 tahun (kelas 6 SD), di mana anakku sudah aqil baligh dan mampu mengerti kewajibannya sebagai seorang Muslim.

Tips Bangkit dari Baby Blues

Beberapa tips dari saya untuk bangkit dari baby blues, diantaranya :

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

1. Menyiapkan mental dan keikhlasan

Bahwa hidup menjadi Ibu adalah suatu anugerah terindah dalam hidup. Jadi, situasi terburuk pun kita bisa menerima dengan lebih ikhlas dan legowo.

2. Jangan sungkan untuk minta tolong gantian jagain anak 

Demi untuk 30 menit tidur di siang hari. Supaya di malam hari bisa maksimal lagi gantian shift jaga anak dengan suami. Mintalah pertolongan kepada ibu, kakak, adek, atau siapa pun di siang harinya. Karena tidur adalah sumber kekuatan walaupun cuma bisa tidur sebentar. Tapi, kalo tidur aja kurang, dijamin akan berefek ke mental dan psikis akibat lelah berlebih.

3. Selalu libatkan suami dalam mengurus anak

Sekaligus meningkatkan bounding anak dengan ayahnya sedari kecil.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

4. Selalu ada di tengah keramaian keluarga

Setidaknya dengan banyaknya keluarga yg ada dirumah kita, timbul perasaan nyaman dan tenang karena banyak yang bisa dimintain tolong untuk gantian menjaga newborn. Sekaligus ada teman ngobrol. Sehingga nyeri jahitan dan payudara tidak terasa karena sibuk bercanda dengan keluarga.

Sekian bebeberapa tips dariku. Tidak banyak, tapi insyaallah semoga bisa bermanfaat untuk ibu-ibu bangkit dan tidak terlambat dalam penanganan baby blues-nya. Terimakasih. Semoga sharing pengalamanku ini bermanfaat bagi para pembaca. 

***

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penulis

rachma utami