Sebelum memulai, saya ingin mengucapkan syukur terlebih dahulu. Karena kehadirannya begitu kami harapkan, kami tunggu-tunggu, dan dia pun sangat menyenangkan sejak dalam kandungan. Tidak menyusahkan, tidak membuat saya kerepotan dan kelelahan meskipun saat hamil masih sambil bekerja, bahkan saya tidak merasakan mual sejak awal kehamilan. Alhamdulillah, saya sangat senang dengan kehadirannya.
Setelah lahir, dia begitu diistimewakan. Terlahir sebagai cucu pertama dalam keluarga kami, orangtua saya serasa melimpahkan kasih sayang dan perhatian mereka ke cucu pertamanya ini. Alhamdulillah lahir sehat, sempurna, lancar, normal, tidak ada suatu kekurangan pun. Pertumbuhannya pun terbilang sangat membahagiakan kami, karena bicaranya lancar, bahkan orang menyebutnya cerewet, jalan pun masih dalam masanya, dan lain sebagainya. Di mana bagi orang lain, kesulitan membuat anaknya lancar bicara, berjalan, bahkan ada tetangga yang anaknya kesulitan duduk/berdiri tegak. Begitu bersyukurnya kami.
Namun menurut saya kasih sayang yang "berlebihan" dari kakek neneknya ini mulai kurang baik saat mereka membelikan tablet untuk si kecil di usianya yang ke-27 bulan saat itu. Alasannya mungkin baik, agar cucunya tidak ketinggalan zaman, agar sama seperti anak-anak lain yang sudah mengenal gadget, bisa belajar dari youtube, dan alasan lain.
Awalnya mungkin masih baik karena masih bisa dikendalikan, namun lama-lama si kecil jadi kecanduan gadget. Dia marah ketika tidak diberikan tabletnya. Dan semakin lama, semakin memburuk ketika dia mulai mengenal game online semacam free fire, pubg, dan sejenisnya. Dia mengenal game ini dari youtube. Mungkin karena dianggapnya menarik, ada tembak-tembakan, seru baginya yang seorang anak laki-laki. Ditambah pamannya juga sering main game online saat di rumah.
Maksud saya semakin memburuk di sini adalah ketika dia main online dan berbincang-bincang dengan sesama pemain game online, teman-temannya bicaranya kurang baik (bahasa jawanya misuh). Tapi sebetulnya banyak sih penyebabnya. Saudara sepupu yang seumuran dan teman-temannya juga seperti itu, bicaranya kurang baik karena efek gadget dan pertemanan.
Apa iya saya harus stop gadget dan mengurung anak di rumah setiap hari? Saya rasa itu juga kurang bijak, karena di usianya sekarang yang menginjak 6 tahun ini dia butuh bersosialisasi dan banyak belajar melalui lingkungan sosialnya, seperti cara memulai pertemanan, cara bermain secara berkelompok, cara menyelesaikan masalah dengan teman, dan lainnya. Kemampuan tersebut akan sangat dia butuhkan di masa depannya kelak.
Lalu harus bagaimana lagi?
Akhirnya di satu titik saya menyadari betapa lemahnya saya. Di keterpurukan saya saat itu, saya merasa gagal menjadi anak, istri, ibu, saudara, bahkan tetangga. Seolah apapun yang saya lakukan selama ini selalu salah. Saya pun menyerahkan semuanya ke Tuhan. Saya pasrahkan semuanya, saya minta pertolongan-Nya. Karena tanpa-Nya, saya tidak akan bisa apa-apa. Saya sholat taubat dan sholat hajat.
Alhamdulillah setelah 2 kali melakukannya, tiba-tiba anak saya berubah jadi sangat baik. Meskipun tidak bertahan lama. Mungkin ini artinya saya harus sering-sering melakukannya. Dan yang paling berkesan adalah ketika saya demam dan kedinginan beberapa hari yang lalu, dia segera mengambilkan lap untuk mengompres kepala saya dan menyelimuti badan saya dengan selimut. Alhamdulillah, MasyaAllah. Padahal saya sempat takut di masa sulit saya kelak dia akan menyia-nyiakan saya karena akhir-akhir ini saya sering marah padanya. Saya sangat senang, terharu, campur merasakan kondisi tubuh yang kurang enak saat itu. Semoga dia akan selalu manis seperti itu, bagaimanapun kesalahan yang saya lakukan padanya. Semoga dia selalu memaafkan dan menyayangi orangtuanya. Semoga jadi anak sholih ya jagoan kecil bunda.