Bunda sedang hamil atau memiliki anak yang usianya masih di bawah 9 tahun? Jika, ya, tandanya Bunda memiliki tantangan untuk membesarkan generasi alpha atau alpha generation.
Bisa dibilang generasi alpa atau alpha generation merupakan anak-anak yang lahir di antara tahun 2010 hingga 2025 nanti. Penamaan generasi alpa ini sendiri sebenarnya merujuk berdasarkan alfabet Yunani. Alpha dipilih karena generasi yang sebelumnya dinamakan dengan generasi Z.
Sementara Anda sendiri tentu saja saja termasuk orangtua milenial. Nah, sudah terbayang belum tantangan apa saja yang akan Bunda dan pasangan hadapi nanti?
Jika orangtua milenial hidup saat teknologi mulai berkembang, anak-anak generasi alpha sudah hidup di zaman teknologi yang kian pesat. Bahkan, sebelum mereka lahir telah memiliki jejak digital yang memperlihatkan perjalanan hidup mereka sejak di dalam kandungan. Benar bukan?
Maka tak mengherankan jika orangtua yang memiliki anak generasi alpha akan memiliki tantangan tersendiri.
Ditemui di acara The Power of Play in Alpha Generation yang digagas ELC Indonesia, Binky Paramita, M.Psi, dari Rumah Dandelion mengatakan, “Dengan adanya teknologi itu kan sangat memudakan, ya. Semua cepat dan instan. Kondisi ini tentu saja akan berbeda dari zaman kita kecil dulu.
Misalnya, dulu saat kita mau beli mainan ya, harus nunggu dulu untuk beli mainan. Sementara sekarang bisa beli online dan bisa diantar kapan saja. Kondisi seperti ini ternyata memang memberikan tantangan tersendiri saat membesarkan anak generasi alpha atau alpha generation.”
Apa saja tantangan membesarkan generasi alpha atau alpha generation?
Memengaruhi tingkat resiliensi anak
Karena hidup di zaman yang serba mudah, kondisi ini mau tidak mau akan memengaruhi tingkat resiliensi anak. Resiliensi bisa diartikan sebagai suatu kemampuan anak atau seseorang untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.
“Tanpa sadar, hidup di zaman teknologi yang makin canggih seperti sekarang akan memengaruhi reseliensi anak dalam mengadapi sesuatu. Contoh paling mudah dan sering terjadi, saat anak mainannya rusak, anak-anak sekarang itu cenderung untuk merasa dimudahkan. ‘Ah, rusak, nih, mainannya. Ya, kalau rusak, tinggal beli lagi aja, deh’. Keinginan untuk memperbaikinnya sudah berkurang,” ujar Binky.
Hal ini pun berlaku ketika anak merasa kesulitan atau tidak diterima di lingkungan sekolah atau pertemanan. Mereka cenderung lebih memilih untuk pergi, bukan mencari solusinya.
Kurangnya interaksi sosial
Interaksi sosial nyatanya menjadi tantangan tersendiri karena anak-anak zaman sekarang lebih sering berinteraksi dengan gadget. Sementara bermain bersama teman-temannya di lingkungan yang berbeda itu sudah jarang dilakukan
“Sekarang ini bahkan handphone saja sudah bisa diajak ngobrol, kok. Bisa tanya apa saja, kan?” ujar Binky. Oleh karena itu, Binky mengingatkan penting bagi orangtua untuk terus mengembangkan interaksi sosial anak. Paparkan anak dengan lingkungan baru.
Berkurangnya nilai atau norma sosial
Siapa di antara Parents yang pernah mengeluh kalau si kecil terlihat kurang berempati, sulit berinterksi dengan di lingkungan baru?
Binky mengayakan, kondisi ini memang menjadi salah satu tantangan terbesar orangtua yang memiliki anak generasi alpha. “Karena interaksi sosial berkurang, mau tidak mau akan memengaruhi pada nilai atau norma sosial yang semakin menipis.
Oleh karena itu Binky mengingatkan dalam mendidik anak generasi alpha atau alpha generation, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua :
1. Pahami kebutuhan anak
Coba perhatikan, apa yang sebenarnya dibutuhkan anak. Misalnya, saat anak sudah berusia 4 tahun, perhatikan bagaimana perkembangannya. Apakah sudah berjalan dengan baik atau belum?
2. Kemudian sadari potensi anak
Potensi yang dimaksudkan tentu saja tidak hanya bersifat positif, namun juga potensi kurang baik.
Sebagai contoh, jika melihat anak kurang dalam melakukan aktivitas fisik, maka Parents perlu mendorong dan mendampinginya.
“Coba perhatikan, kalau anak sudah terlihat malas gerak karena terlalu banyak terpapar gadget atau hanya mau bermain di rumah, hal ini berisiko membuat anak obesitas. Oleh karena itu, orangtua memang perlu mempelajari potensi anak.”
3. The power of play
Dunia anak tentu saja dunia bermain. Hal ini tentu saja perlu disadari semua orangtua. Namun, penting juga untuk terus mendampingi anak.
“Dengan melakukan interaksi dan menemani anak bermain tentu diperlukan untuk membina hubungan yang baik. Sebagai orangtua, kita perlu menjadi orang yang utama dan pertama ditemui anak saat ia merasa ada masalah, anak akan kembali dan datang pada kita, bukan pada orang lain,” ujar Bingky.
Artinya, saat jangan lupa untuk terlibat jika anak sedang bermain.
4. Mengajarkan kemampuan sosial
Satu hal tak kalah penting adalah mengajarkan anak kemampuan sosial dan berinterasi dengan baik. Terutama dalam hal cara menghargai dan berempati dengan temannya.
Hal ini bisa dimulai dengan cara sederhana, yaitu dengan mendampingi anak bermain. “Dengan bermain bersama temannya, orangtua bisa memulai mengajarkan bagaimana sih, cara kenalan dengan teman baru, atau bagaimana bisa berbagi dengan teman-temannya.”
Jadi sudah siap belum menghadapi tantangan membesarkan anak generasi alpha?