Liburan ke Bukittinggi, Sumatera Barat, tak lengkap rasanya bila belum mengunjungi jam ikonik kota tersebut yaitu Jam Gadang. Tak hanya menarik untuk dikunjungi, para wisatwan juga bisa menambah pengetahuan lewat fakta dan sejarah Jam Gadang yang sayang untuk dilewatkan.
Fakta dan Sejarah Jam Gadang
Memiliki nilai historis masa lalu yang kuat, membuat menara jam besar ini banyak menarik minat pengunjung dalam negri hingga mancanegara.
Lewat arsitektur dan kemegahan serta sejarah masa lalunya, pengunjung bisa menikmati pemadangan kota Bukittinggi yang masih asri sekaligus memukau.
Tak hanya itu, menyimak beberapa fakta di balik berdirinya salah satu monumen besar ini juga tak kalah menarik dan membuat pengetahuan para wisatawan kian bertambah.
Dengan mengunjungi Jam Gadang, para wisatawan bisa berwisata sekaligus menambah wawasan dalam satu waktu.
Untuk itu, yuk simak fakta dan sejarah Jam gadang yang wajib kamu ketahui bila sedang dan hendak mengunjungi jam ikonik bagi warga Bukittinggi ini.
Sejarah Jam Gadang
Jam Gadang merupakan ikon Kota Bukittinggi yang dibangun pada 1892. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kala itu kepada sekretaris Fort de Kock atau Kota Bukittinggi yaitu Rook Maker.
Jam dengan ukuran besar di empat sisinya ini diarsiteki oleh Yazid Rajo Mangkuto.
Pemberian nama Jam Gadang sendiri merujuk pada ukuran besar yang dalam bahasa Minangkabau disebut Gadang.
Tak hanya terdapat menara jam besar, di sekitar keberadaan jam ini juga terdapat taman yang oleh pemerintah kota setempat terus diperluas dan dijadikan sebagai objek wisata andalan kota Bukittinggi.
Tapi di taman kota di Jam Gadang ini juga seolah menjadi ruang interaksi masyarakat Bukittinggi baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Bahkan acara acara besar yang sifatnya umum sering diselenggarakan disini.
Pembangunan jam Gadang dilakukan atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker. Seorang sekretaris kota atau controleur Fort de Kock yang sekarang kita kenal dengan sebutan Kota Bukittinggi dengan menelan biaya sekitar 3.000 Gulden, yang pada saat itu tergolong fantastis.
Sementara itu Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan Jam Gadang.
Untuk Peletakan batu pertama dalam pembangunan monumen ini, putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun diberi kesempatan melakukan hal tersebut.
Menurut salah satu sebuah Jam Gadang selesai dibangun pada 1932 dan mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya sejak didirikan. Pada masa awal pembangunannnya sendiri, Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya.
Desain Jam Gadang yang seperti itu dimaksudkan agar orang Kurai, Banuhampu, sampai Sarik Sungai Puar yaitu bangun pagi apabila ayam sudah berkokok.
Selanjutnya memasuki masa pendudukan Jepang, atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk pagoda yang kemudian diubah lagi saat setelah Indonesia merdeka yaitu menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, seperti yang kita sering lihat saat ini.
Tak hanya sebagai monumen bagi Masyarakat Bukittinggi, nyatanya Jam Gadang pernah menjadi tempat bersejarah pengibaran bendera merah putih pada puncaknya saat berita proklamasi kemerdekaan Indonesia pertama kali diumumkan di Bukittinggi.
Mesikupun kerap ramai dikunjungi sejak dibangun hingga saat ini, nyatanya Jam Gadang pernah ditutup untuk publik tepatnya pada malam pergantian tahun baru 2008 dan 2009, tepatnya oleh Wali Kota Bukittinggi Djufri dengan dibalut kain marawa.
Alasan tersebut berkenaan dengan perayaan Tahun Baru yang dianggap berpotensi menimbukan kerumunan pengunjung hingga memperbesar risiko terjadinya tindak kriminal dan korban jiwa.
Hal yang sama kembali terjadi pada malam tahun baru pada 2021, pemerintah kota setempat sepakat menutup Jam Gadang demi mencegah kerumunan masa untuk menghindari penyebaran virus Corona.
Sementara itu, jam gadang mengalami revitalisasi terakhir oleh Pemerintah tepatnya pada Juli 2018 dan rampung pada Februati 2019 dengan menelan biaya hingga Rp18 miliar.
Fakta Menarik Seputar Jam Gadang
Selain sejarah Jam Gadang yang sangat menarik untuk disimak, adapula deretan fakta menarik seputar Jam Gadang yang bisa menambah wawasan para wisatawan. Yuk simak
1. Hadiah dari Ratu Wilhemina
Jam Gadang merupakan hadiah dari Ratu Belanda yang bernama Wilhemina kepada Rook Maker, Sekretaris Kota Bukittinggi atau disebut controleurFort de Kock pada masa itu, seperti dikutip dari web bukittinggikota.go.id
Ratu Wihemina sendiri merupakan Ratu Belanda periode 1890 – 1948. Ia memimpin Belanda selama lebih dari 50 tahun.
Selain Jam Gadang, Ratu Wilhemina juga juga membangun Jembatan Ogan Kertapati sebagai sarana untuk menghubungkan daerah Indralaya dan Kertapati agar mempercepat perjalanan penjajah Belanda menguasai Kota Palembang.
2. Salah Satu Ikon Kota Bukit Tinggi
Menghabiskan biaya fantastis sebesar 3000 Gulden membuat Jam Gadang sudah menjadi pusat perhatian bahkan sejak dibangun.
Tak heran sejak diresmikan Jam Gadang kemudian dijadikan Ikon Kota Bukittinggi sekaligus menjadi markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Saat ini Jam Gadang juga kerap dijadikan spot menarik bagi wisatawan lokal setempat maupun mancanegara.
3. Atap Jam Gadang Sudah Mengalami Tiga Kali Revitaliasi
Atap jam Gadang sudah mengalami 3 kali perubahan sejak dibangun pertama kali. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang masih berbentuk bulat disertai dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur berada di bagian atasnya.
Perubahan kedua dilakukan pada masa pendudukan Jepang di tanah air, Jam Gadang diubah menjadi bentuk pagoda.
Perubahan ketiga dilakukan setelah Indonesia merdeka, yang juga merupakan perubahan terakhir pada atap Jam Gadang.
Perubahan ini menjadikan atap atap jam Gadang berbentuk gonjong yang merupakan atap pada rumah adat Minangkabau atau kerap disebut Rumah Gadang.
4. Penulisan Angka 4 Romawi
Bila meneliti lebih lanjut, angka 4 pada jarum Jam Gadang menunjukkan angka romawi IIII bukan IV. hal ini menjadi keuanikan tersendiri dari Jam Gadang.
Penulisan angka romawi IIII yang tak biasa ini dipercaya masyarakat sekitar sebagai cara untuk mengenang empat orang pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja selama pembangunan monumen ini.
Ada juga versin lain dari penulisan angka 4, yang ditulis IIII bukannya IV, karena ada yang beranggapan IV merupakan singkatan I Victory yang artinya “aku menang”.
Arti angka IV ini dikhawatirkan bisa memicu pemberontakan untuk menentang penjajah. Oleh sebab itu, penulisan angka 4 kemudian ditulis sebagai IIII.
Tak hanya itu, ada beberapa ahli yang menyatakan pendapat yang berbeda. Penulisan angka 4 dalam huruf romawi dulunya saat Jam Gadang masih proses pembangunan memang tertulis IIII bukan IV.
Hal ini terjadi jauh sebelum pemerintahan Louis XIV. Kemudian terjadi perubahan menjadi IV.
Kendati demikian, keuninkan ini masih menjadi misteri tersendiri dan pendapat mana yang paling benar masih menjadi teka-teki hingga saat ini.
5. Sering Disandingkan dengan Big Ben, Ikon Kota London
Sejak dibangun, Jam Gadang sudah berusia lebih dari 100 tahun, tak heran banyak yang mengaitkan jam Gadang dengan jenis monumen serupa yang menjadi Ikon Kota London yaitu Big Ben.
Hal ini tak lepas dari status keduanya yang sama sama menjadi landmark dari masing-masing kota. Tak hanya itu, mesin yang digunakan untuk menggerakkan jam raksasa ini hanya diproduksi 2 di dunia dan digunakan oleh Big Ben dan Jam Gadang.
Selain mengenai mesin, desain Big Ben dan Jam gadang juga tampak serupa dengan bentuk berupa 4 sisi (segi empat).
Namun demikian, Big Ben dan Jam Gadang memiliki beberapa perbedaan yang di antaranya, Jam Gadang memiliki tinggi 26 meter dan dibuat bergaya modern dengan menara berbentuk rumah adat Minangkabau.
Sementara Big Ben memiliki desain bergaya Gothik Victoria dengan tinggi mencapai 96 meter dan bagian puncak menara berbentuk runcing.
Itulah deretan fakta dan sejarah mengenai Jam Gadang, ikon Bukittinggi yang sudah melegenda dan menjadi tujuan wisata banyak pelancong bila mengunjungi Sumatera Barat.