Ramadhan sudah di depan mata. Semua persiapan sudah dilakukan tapi masih ada yang mengganjal lantaran masih ada utang puasa yang belum dibayar. Apakah Parents juga mengalaminya?
Lalu, bagaimana cara membayarnya sesuai hukum islam?
Kewajiban berpuasa Ramadhan dan golongan yang boleh meninggalkan puasa

Hukum melaksakana puasa Ramadhan ini wajib bagi orang islam yang telah dewasa (baligh), berakal, sehat, muqim (tidak sedang bepergian jauh), kuat, serta suci dari haid dan nifas. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Meskipun hukum puasa Ramadhan sudah jelas wajib. Namun ada beberapa golongan yang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa, di antaranya adalah:
- Anak kecil yang belum baligh.
- Orang sakit.
- Musafir atau orang yang bepergian jauh
- Wanita hamil, melahirkan dan menyusui.
- Wanita haid atau nifas.
- Orang gila.
- Orang berusia lanjut.
- Pekerja keras.
Orang-orang yang disebutkan pada poin di atas memang diperbolehkan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Akan tetapi hal itu dianggap sebagai hutang dan wajib dibayar setelah ramadhan berakhir.
Kapan waktu membayar utang puasa Ramadhan?

Bagi mereka yang karena suatu alasan terpaksa meninggalkan puasa, menurut para ulama dapat membayar utang puasa mulai dari bulan Syawal hingga Sya’ban. Yang berarti 11 bulan selain Ramadhan. Para ulama merujuk hadis dari Aisyah radhiyallahu‘anha.
“Dahulu aku memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku bisa mengqadha’nya (karena ada halangan sehingga tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban.” (H.R. Al-Bukhari)
Meskipun waktu untuk membayar hutang puasa cukup lama (11 bulan) tapi dianjurkan bagi umat muslim untuk sesegera mungkin membayarnya apabila tidak ada udzur. Sebab, kita juga tidak tahu seperapa lama umur kita, maka itu sebaiknya jangan menunda-nunda membayar hutang puasa.
Penting diingat, terdapat hari-hari tertentu yang diharamkan bagi umat muslim untuk berpuasa. Yakni hari Jum’at (kecuali ia sedang puasa daud), hari tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah), hari raya Idul Adha, dan hari raya Idul Fitri.
Hukum telat membayar utang puasa hingga Ramadhan berikutnya

Lalu bagaimana jika sampai bulan suci berikutnya tiba ternyata masih ada utang puasa yang belum terbayar? Bagaimana hukumnya dan cara membayarnya? Berikut beberapa pendapat ulama:
1. Mengqadha setelah ramadhan berikutnya
Ada beberapa orang yang tidak sempat membayar hutang puasanya dikarenakan udzur tertentu. Misalnya sakit parah selama setahun, hamil 9 bulan, menyusui, lupa atau hal lain diluar kemampuan, maka ia berkewajiban mengqadha (membayar hutang puasa) setelah Ramadhan berikutnya.
Imam ibnu Baz rahimahullah pernah menjelaskan tentang kewajiban seseorang yang sakit dan tidak bisa membayar hutang puasanya:
“Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnyam hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya”.
2. Mengqadha tanpa membayar fidyah (pendapat ulama hanafiyah)
Melakukan perbuatan menunda-nuda dan menyepelekan membayar hutang puasa sangat diperbolehkan. Namun apabila hal ini sudah terlanjur dilakukan, ada beberapa hal yang harus diperbuat:
- Bertaubat kepada Allah SWT dan berusaha tidak mengulangi perbuatan tersebut.
- Menqadha atau membayar hutang puasa setelah ramadhan berakhir.
- Membayar fidyah atau tidak (bergantung pada kepercayaan yang dianut).
Ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai membayar fidyah untuk hutang puasa. Para ulama hanafiyah berpendapat bahwa mereka tidak wajib bayar fidyah. Melainkan cukup mengqadha puasa.
Imam al-Albani pun juga beranggapan sama. Menurut beliau tidak ada sabda rasulullah Saw yang menjelaskan secara gamblang tentang kewajiban membayar fidyah. Pendapat ini didasari oleh surat Al-Baqarah ayat 184:
“Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. (QS. Al-aqarah: 184)
3. Mengqhada dan membayar fidyah (pendapat ulama hababilah, syafi’iyah dan malikiyah)

Ulama dari golongan hababilah, syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa seseornag yang belum membayar hutang puasa hingga tiba ramadhan, maka wajib baginya untuk membayar denda (kaffarah) berupa fidyah atau makanan pokok kepada kaum fakir-miskin. Besar fidyah yang dibayarkan harus disesuaikan dengan jumlah hari ia tidak berpuasa. Dimana sehari besarnya setara 1 mud atau 6 ons.
4. Cukup membayar fidyah, tidak perlu mengqhada
Bagi orang-orang yang hutang puasanya terlampau banyak dikarenakan ia terkena udzur, misalnya hamil atau menyusui selama bulan puasa atau orang berusia lanjut yang lemah, maka mereka diperbolehkan membayar fidyah saja. Tidak perlu mengqadha. Pendapat ini mengacu pada hadist yang berbunyi:
“Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud)
Demikianlah pendapat para ulama mengenai tata cara membayar utang puasa yang sudah lewat hingga Ramadhan berikutnya. Semoga bisa menjawab pertanyaan Parents. Selamat berpuasa!
Sumber: Dalam Islam
Baca juga:
Doa niat puasa dan buka puasa di bulan Ramadan, jangan sampai lupa!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.