Waktu itu diawal bulan maret aku udah mulai suka ngerasa sakit bagian perut bawah, pinggang, sampe tiap menit bawaannya pengen ke toilet terus buat kencing. Aku telfon budeku, dan kata budeku itu udah termasuk kontraksi palsu. Jadi diwanti wanti harus lebih waspada, karena memang HPL ku di tanggal 16 maret.
Setelah itu kita kontrol ke bidan tempat dimana aku akan bersalin. Bidan ngasi saran untuk pijat (aku lupa namanya) yang fungsinya untuk meningkatkan hormon oksitosin. Dilakukan pagi dan malam sebelum tidur. Gunanya supaya pas persalinan ga sakit, terus lahiran bisa sesuai hpl, dan yang jelas ngebuat ibu dan janin lebih happy.
Hari hari berlalu terasa begitu cepat. Lalu kutelfon lah ibuku untuk memastikan kapan beliau harus sampai ke daerah ku akan melahirkan. Untungnya saat itu adik laki lakiku ada keperluan ke jawa, jadi bisa sekalian bablas nemenin aku bersalin (ibuku dan aku beda provinsi). Aku juga mulai sering mengeluh merasakan sakit dibagian pinggang, tapi posisinya aku masih bisa tertawa. Yah namanya kontraksi palsu datangnya ga menentu.
Tak terasa sudah tanggal 11. Kutelfon lagi ibuku, meminta agar jadwal kereta dimajukan karena aku takut persalinanku akan maju dari HPL. Lalu akhirnya diurus sama ibuku sampai ke stasiun dan dapat kereta h-1 sebelum HPL. Tapi aku ingat ibuku berpesan “Ve, kamu kalo mau lahiran, ya lahiran aja ya. Jangan nunggu mama ya. Inget” lalu ku iya iyain aja karena aku yakin pasti bisa lahiran sesudah ibuku datang.
Lalu keesokan harinya, seperti biasa aku bangun kesiangan karena tiap malam selalu merasakan sakit jadi kesulitan tidur. Tapi ini rasanya makin menjadi jadi. Karena aku takut, suamiku berinisiatif untuk membelikan kertas lakmus (ini karena aku takut yang rembes itu air ketuban). Setelah mencari kesana kemari, ternyata suamiku tidak dapat. Jadi yaudahlah aku pasrah dan mencoba buat pake cara manual.
Siang sekitar pukul 11 suamiku pun mengabari bahwa hari itu dana untuk lahiran sudah siap. Kutelfon ibuku seperti biasa, aku bercengkrama dengan budeku seperti biasa. Disaat aku bercerita kondisiku yang mulai merasakan kontraksi, budeku bilang “Ini masih bisa ketawa berarti belom ini lahiran, masih nanti pasti. Orang nek mau lahiran kan wes lupa carane senyum” Aku hanya tertawa mendengar ucapan budeku. Lalu kutelfon omaku juga siang itu untuk meminta doanya karena HPLku semakin dekat. Beliau pesan jika nanti sudah waktunya persalinan, bayangkan betapa rindunya kita seorang ibu terhadap bayi yang sudah kita jaga selama 9 bulan.
Makin menuju sore, rasa perutku bagian bawah makin tidak karuan. Bolak balik aku ke toilet, jalanpun makin terasa sakit, sampai aku kram saking tegangnya. Lalu aku rebahan di samping suami, dan itupun sulit mencari posisi yang pas. Miring kanan salah, kiri salah, sampai sampai aku nungging hahaha. Akhirnya suamiku berusaha ngelus telapak tanganku supaya aku bisa tidur. Tapi aku terus mengeluh kesakitan dan kalo kata suamiku raut wajahku saat mengeluh itu sudah beda. Sudah semakin gabisa menahan. Tapi kubilang udahlah gapapa aku masih bisa tahan. Makin lama aku tahan makin sakit dan lama lama aku ngeluh sampai nangis saking sakitnya. Akhirnya suamiku gercep manggilin bumer pamer dan adik adiknya buat siaga juga. Semua disuruh siap siap karena suami udah feeling aku bakal lahiran. Akupun nurut untuk diajak periksa ke bidan.
Sesampainya di bidan, tepatnya pukul setengah 8 malam, ternyata benar aku sudah bukaan 2. Disitu aku langsung telfon ibu bapakku, saudaraku, untuk meminta doa restu dan semua berjalan lancar. Disitu rasanya semakin sakit, dan aku ketakutan. Banyak hal yang menakutkan yang kubayangkan. Itu dikarenakan hari itu aku tidak tidur siang dan tidurku hanya sebentar, lalu hari itu makanku pun baru sekali, ditambah hbku rendah. Jadi aku takut tidak ada tenaga dan pingsan.
Lalu bidan memberiku obat penguat janin dan obat untuk mempercepat kontraksi atau apa ya aku juga lupa. Disaat mau minum aku pun sempat gugup, sampai rasa nasi bebek yang kumakan juga hambar saking ga seleranya. Tapi aku pikir lagi, makin lama aku begini makin sakit aku. Akhirnya semua obat pun kuminum.
Begitu semua sudah beres, akupun berganti daster. Semakin malam, semakin terasa sakit. Semakin tidak karuan sakitnya. Aku terus disuruh berjalan supaya membantu pembukaannya biar cepat. Kuturuti terus sampai rasanya semakin sakit dan aku disuruh rebahan ke kiri. Ibu mertuaku yang melihatku seperti itu sambil berusaha menenangkan aku, mengelus aku, dan berdoa. Dan yang ga terlupakan disaat aku disuruh nonton cocomelon supaya lupa sakitnya, tapi yang ada aku emosi ke suamiku hahaha.
Saat itu posisinya aku sudah merasa makin sakit, jalan pun aku tegang. Dan sempat aku ngeden dengan sendirinya, saking udah gatahan. Aku ingat sekitar pukul 11 malam perawat memeriksa bukaanku. Dan ternyata sudah pembukaan 7. Ibu mertuaku diperlihatkan kepala bayinya, oleh perawat karena disitu aku sudah mulai emosi kenapa ga keluar keluar. Setengah jam berlalu bayiku sudah semakin dekat, dan ternyata sudah bukaan 9. Hatiku semakin ga karuan rasanya. Ada senang, sedih, takut, dan khawatir kalo semisal aku gabisa ngeden dan pingsan.
Lalu tepat pukul 00.05 dinihari bidan yang membantu persalinanku datang. Suamiku pun disuruh untuk memposisikan diri tepat dibelakangku untuk memegangi aku. Kemudian dilihat lagi bukaanku dan ternyata sudah bukaan 10. Aku sudah pasrah dan hanya bisa membawa semua ini kedalam nama Tuhan. Semua disiapkan, ada lampu, gunting, celemek dan banyaklah. Disitu ada ibu mertuaku yang setia mendampingi aku dan terus menguatkan. Dimulailah persalinanku.
“Nanti ngeden ya yang kuat, saya suruh batuk langsung dibatukin, saya suruh tiup langsung tiup ya”. Kupatuhi semua perintahnya. Disitu semua kekuatan kukerahkan, tidak lama terasa ada yang keluar dan pecah seperti balon (aku baru tau, ternyata ini ketubanku yang pecah) Dan tepat pukul 00.23 anak pertama kami lahir. Berjenis kelamin laki laki, tanpa kekurangan suatu apapun. Saat mendekap anakku, rasanya terharu, bahagia sekaligus takut, yah campur aduk. Ketika dijahitpun tidak terasa apapun karena semua sudah terbayar ketika melihat bayiku selamat.
Ternyata begini rasanya melahirkan, begini rasanya menjadi ibu. Ga ngebayangin deh yang nungguin pembukaan sampe berhari hari. Jadi ngerasa bersalah sama ibuku karena kadang masih suka ngelawan huhu.
Memang bener ya, yang sakit itu pas kontraksi. Semangat buat ibu ibu yang sedang menunggu kelahiran debaynya. Sehat sehat yah. Tuhan memberkati❤️
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.