Retinopati Prematuritas, risiko kebutaan pada anak yang lahir prematur
Bayi prematur memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Salah satunya Retinopati Prematuritas yang dapat menyebabkan kebutaan bila tidak segera dideteksi.
Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kesehatan yang amat tinggi, salah satunya adalah Retinopati Prematuritas (ROP). Jika tidak dideteksi dini, Retinopati Prematuritas dapat menyebabkan kebutaan pada anak.
Pada tahun 2010 dalam laporan PBB berjudul Born Too Soon diketahui Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia. Menurut data WHO (organisasi kesehatan dunia), kelahiran prematur menjadi penyebab kematian kedua tersering pada balita setelah pneumonia.
Selain menjadi penyumbang terbesar angka kematian bayi, kelahiran prematur diketahui juga menyebabkan cacat fisik.
Artikel terkait: Selalu ada harapan hidup bagi bayi prematur, 9 foto senyuman ini membuktikannya
Apa itu Retinopati Prematuritas?
Retinopati Prematuritas (ROP) adalah perkembangan abnormal pembuluh darah retina mata yang dijumpai pada bayi prematur akibat organ tubuh yang belum matang sempurna saat dilahirkan. Menurut data dari Pokja Nasional ROP dan Bayi Prematur, angka kejadian ROP di Indonesia adalah 11.09% di tahun 2012.
Bila dideteksi sejak dini, bayi prematur yang mengalami ROP bisa mendapatkan terapi untuk mencegah kebutaan. Gangguan mata ROP terjadi pada tahap ringan di mana dapat mengalami perbaikan spontan, hingga tahap berat yang dapat mengakibatkan lepasnya retina dan mengakibatkan kebutaan permanen pada anak.
Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) menyampaikan bahwa angka kematian bayi prematur di Indonesia telah berkurang berkat kemajuan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Di sisi lain, kejadian ROP akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup bayi prematur tersebut.
Kapan skrining ROP harus dilakukan?
- usia kehamilan kurang dari 34 minggu sudah dilahirkan
- bayi lahir dengan berat badan kurang dari sama dengan 1500 gram
- bayi yang memiliki fakor risiko saat dilahirkan: infeksi berat (sepsis), gangguan pernapasan, gangguan jantung, mendapatkan terapi oksigen dosis tinggi dalam jangka panjang, membutuhkan transfusi darah secara berulang
Komplikasi Retinopati Prematuritas
Bila ROP tidak dideteksi sejak dini dan tidak mendapatkan terapi, maka bayi berisiko mengalami kebutaan permanen. Selain itu, ROP juga bisa berkembang menjadi penyakit berikut ini:
- lepasnya lapisan retina
- rabun jauh
- mata juling
- mata malas
- glaukoma
- kebutaan
Peluncuran program Jak-ROP
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah menetapkan panduan ketat deteksi dini ROP sehingga angka kejadian penyakit ini di RSCM terbilang rendah. Namun, masih cukup banyak kasus rujukan ROP dari rumah sakit lain, bahkan untuk stadium yang lanjut.
RSCM bekerja sama dengan Standard Chartered Bank dan Hellen Keller Indonesia meluncurkan program Jak-ROP yang diharapkan dapat mendeteksi dini kasus ROP. Jak-ROP merupakan program mobile di mana tim RSCM akan secara aktif dan rutin mendatangi rumah sakit dengan membawa alat kamera retina untuk memeriksa bayi prematur.
Gambar yang didapatkan dari alat ini akan dikirimkan ke dokter spesialis mata di RSCM untuk dievaluasi kemungkinan terjadinya ROP. Harapannya dengan program Jak-ROP ini dapat menekan angka kebutaan pada anak-anak.
Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga:
Penelitian Terkini: Lahir Prematur Tak Pengaruhi Kecerdasan Bayi