Anak cemburu dengan orangtua? Begini cara menghadapinya

undefined

Meskipun kondisi anak merasa cemburu, baik pada Bunda atau Ayah sangat wajar, tapi hal ini tidak bisa dibiarkan hingga berlarut.

Rasa cemburu berlebihan yang diperlihatkan anak pada orangtuanya tentu saja menjadi salah satu kondisi yang umum dirasakan.

Setidaknya, hal inilah yang baru saja dialami oleh Isthianti. Ibu dua orang anak ini menceritakan pengalaman bagaimana dirinya menghadapi putra sulungnya yang terlihat cemburu pada saat ia dan suami sedang berduaan.

“Sebenarnya wajar nggak, sih, rasa cemburu berlebihan yang diperlihatkan sama anak? Ario, anak pertama saya selalu nggak suka kalau saya deket-deket suami. Misalnya, nih… Lagi tidur sama-sama, langsung saja anak saya bilang, ‘Ayah nggak boleh deket sama Bunda. Ini kan Bunda aku.’ Bahkan kalau di jalan lihat saya dan suami gandengan. Kalau ayahnya ngeledekin dengan pelukin saya, jadinya makin marah. Apa kondisi ini umun terjadi?” rasa cemburu berlebihan

Kekhawatiran yang diungkapkan Isthianti, mungkin akan dialamai oleh Parents lainnya. Pasalnya, tidak sedikit anak lelaki yang begitu cemburu melihat ibunya dengan sang ayah. Begitu juga pada anak perempuan, yang akan memperlihatkan rasa cemburu berlebihan jika melihat ayahnya sedang berduaan dengan Bunda.

Dalam hal ini, Agstried Elisabeth Piether, psikolog pendidikan dan anak dari Rumah Dandelion menjelaskan apa yang perlu dilakukan dan diwaspadai jika rasa cemburu berlebihan yang diperlihatkan anak berlanjut hingga anak memasuki usia pra-remaja.

Rasa cemburu berlebihan anak pada orangtuanya

Anak cemburuan dengan orangtua, baik dengan ibu atau ayahnnya wajar tidak sih, Mbak? Misal, saat ayah dan ibu sedang dekat, lalu anak protes?

Umumnya, anak cemburu dengan orangtua itu wajar. Biasanya, akan muncul saat anak usia 2 sampai anak memasuki usia 3 tahun.

anak cemburu berlebihan

Apa yang membuat anak mengalami rasa cemburu berlebihan atau jadi terlalu posesif?

Sebabnya,  pada usia batita, mereka itu memang masih egosentris dan tidak mau berbagi. Kalau dilihat, anak-anak seusia ini saat bermain pun untuk sharing mainan kan sulit untuk dilakukan. Masih susah untuk berbagi, ya.

Jadi, kalau mereka harus berbagi seperti, ‘Oh ini mama aku, ini istrinya papa aku, ya,’ memang masih belum bisa. Anak usia batita, mereka ini juga belum bisa membayangkan mamanya itu punya double role.

Misalnya, di rumah jadi mama, di luar profesinya jadi guru. Jadi, anak pun bisa cemburu juga dengan murid mamanya jika sedang ikut atau melihat mama bekerja. Anak nggak mau mamanya dekat muridnya di sekolah. Ini sebenarnya hal yang biasa terjadi.

Umumnya kapan perilaku ini akan berakhir?

Tapi, lambat laun ini juga akan berubah dengan sendirinya, kok.  Tentunya seiring dengan pemahaman anak tentang situasi sosial, di lingkungannya berada dan di dunia sekitarnya. Lagi pula, kognitif anak ini kan juga sudah semakin berkembang. Anak akan semakin mampu memahami situasi yang lebih kompleks dan peran yang lebih kompleks.

Bagaimana jika kondisi ini terus berlanjut pada anak usia sekolah, bahkan di atas 10 tahun?

Nah, akan menjadi tidak wajar ketika anak 10 tahun, masih cemburu dengan ayahnya, atau sebaliknya. Apalagi hingga perilakuknya sampai destruktif. Kalau hanya sekadar favoritism, misalnya hanya senang atau nyaman curhat dengan mamanya atau papanya saja, ini masih hal yang sangat biasa.

Tapi kalau sampai terjadi, marah kalau papa dekat mamanya, nggak boleh pegang mamanya, ini akan jadi berbahaya karena relasi keluarga yang utuh justru sedang dipertaruhkan. Risikonya, seluruh anggota keluarga jadi tidak bisa bersenang-senang sebagai satu kesatuan keluarga yang utuh.

Jika orangtua melihat anaknya mulai memperlihatkan rasa cemburu, apa yang perlu dilakukan?

rasa cemburu berlebihan

Kalau anak mulai cemburu, tentu saja bisa dijelaskan sejak dini kalau mama sayang semuanya. Sayang sama papa, sayang sama kamu, sayang sama kakak dan adik. Jelaskan kalau kita keluarga. Jadi, bonding sebagai keluarga itu yang perlu selalu diungkit.

Jangan malah bangga, kalau anak milih mama atau papanya saja. Soalnya, nih, kadang ada yang justru merasa bangga karena dipilih sama anaknya. Merasa disukai sama anak. ‘Wah, ternyata anak aku lebih senang dengan saya, mamanya, dibandingkan dengan papanya’.

Justru sense of keluarga itu harus dibangun, supaya bisa bersenang-senang semua. Beri contoh juga, “Seperti kamu juga kan sayang sama semuanya. Coba kamu sayang sama maninan yang mana, ini atau itu? Sayang dan suka dua-duanyanya kan? Jadi, memang perlu dikembalikan bagaimana cara berpikir anak.”

Kalau sampai ada anak usia sekolah yang masih berperilaku seperti ini, apa sebabnya? Misalnya, apakah sebagai wujud protes karena merasa kurang diperhatikan?

Bisa macam-macam, sih, sebabnya… Misalnya, memang bisa sebagai aksi protes, karena kebutuhan emosional anak ini tidak terpenuhi dengan baik oleh orangtuanya.

Bisa juga karena memang relasi di dalam keluarga ini kurang oke. Misalnya, ibu tanpa sadar suka curhat dengan anaknya, ‘Aduh, ayah nih… Ibu, tuh, capek’. Hingga pada akhirnya bisa menimbulkan persepsi di kepala anak kalau ayah ini sosok yang jahat, sehingga memang ayah nggak boleh dekat ibu.

Kapan perilaku cemburu anak terhadap orangtuanya ini diwaspadai?

Perlu diwaspadai, ya, kalau memang bonding dengan keluarga itu sudah tidak baik. Idealnya kan memang hubungan anak dengan orangtua itu sama dekatnya. Baik dengan ayah atau ibunya.

Nah, bagaimana dengan hubungan antara si kecil dan kedua orangtuanya? Apakah juga sama-sama dekat?

Baca juga: 

Parents, lakukan hal ini agar komunikasi orangtua dan anak bisa lancar

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.