Bagaimana Langkah yang Sah Adopsi Anak Menurut Hukum Indonesia ?

undefined

Pertanyaan tersebut menjadi penting karena mungkin Anda atau tetangga, teman bahkan saudara anda sendiri sudah melakukan pengadopsian anak secara tidak sah.

Apa sajakah prosedur adopsi bayi baru lahir berdasarkan hukum di Indonesia? Pertanyaan tersebut menjadi penting karena mungkin Anda atau tetangga, teman bahkan saudara anda sendiri sudah melakukan pengadopsian anak secara tidak sah.

Sebaiknya kita waspada terhadap pelanggaran Undang Undang Perlindungan anak, pemalsuan dokumen atau bahkan tuduhan terlibat dalamtindak pidana perdagangan manusia.

prosedur adopsi bayi baru lahir

Prosedur dan langkah adopsi bayi baru lahir menurut hukum di Indonesia

Tata cara adopsi anak telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak ) dengan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (PP Adobsi) dan dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 (PERMEN) tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Dari ketiga Peraturan tersebut dapat dirangkum beberapa syarat utama beserta prosedur yang perlu dilakukan saat akan adopsi bayi baru lahir:

1. Syarat Kepentingan Terbaik Bagi anak

Pengangkatan Anak haruslah berorientasi bagi kebahagiaan anak, sehingga di dalam Pasal 39 UU Perlindungan anak dinyatakan bahwa Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tolak ukur kepentingan anak tersebut adalah faktor yang paling membuat anak bahagia di masa depannya, dimana alasan ini sangat luas namun sangat penting dipahami secara mendalam oleh calon Orang Tua Angkat. Karena alasan ini yang akan dianalisa oleh Negara dan Pengadilan terkait menguji kelayakan si Orang Tua Angkat dalam tahap-tahap berikutnya.

2. Syarat Tidak Memutuskan Nasab (hubungan darah) Anak Angkat

Di dalam Pasal 39 UU Perlindungan Anak juga menjelaskan tentang keharusan orang tua angkat untuk tidak menutup-nutupi atau memutuskan hubungan darah si Anak Angkat dengan Orang Tua Kandungnya. Hal ini juga bermaksud agar orang tua angkat akan membuka informasi seluas-luasnya bagi si anak angkat akan keberadaan orang tua maupun saudara-saudara kandungnya.

Dalam hal keterbuakaan informasi asal-usul orang tua kandung dijelaskan dalam Pasal 6 PP Adopsi bahwa pemberitahuan tersebut dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak angkat, tentunya hal ini memperhatikan kondisi kesiapan mental si anak angkat. Artinya Orang Tua Angkat bisa saja merahasiakan adopsi si anak hingga kondisi mental si anak cukup kuat untuk menerima kenyataan bahwa ia adalah anak adopsi. Dalam hal menunggu kesiapan mental si anak, menutup informasi adopsi bukan merupakan pelanggaran hukum.

3. Syarat Orang Tua Angkat Seagama dengan Orang Tua Kandung

Di dalam UU Perlindungan anak tidak digariskan mengenai aturan ini, syarat ini mucul di dalam Pasal 3 PP Adobsi, sayangnya tidak terdapat penjelasan mengenai alasan diterapkannya persyaratan ini. Menurut penulis persyaratan ini tidak lebih untuk menghindari sengketa perbedaan agama dengan orang tua kandung di kemudian hari.

Walaupun pada dasarnya setiap anak yang sudah dewasa berhak untuk memilih agamanya sendiri, namun sebagian besar orang tua kandung menginginkan anaknya seagama dengan dirinya. Hal ini juga berpengaruh ketika si anak akan menikah dengan cara agama tertentu dan membutuhkan wali, sementara walinya berbeda agama dengan si anak. Belum lagi masalah pewarisan misalnya, di dalam waris Islam cukup mempermasalahkan jika ahli waris di luar dari Islam.

Artikel terkait: Waktu Tepat Mengungkap Jati Diri Anak Adopsi

prosedur adopsi bayi baru lahir

Selain ke tiga syarat di atas juga terdapat beberapa syarat Formil yang harus dipenuhi oleh Pihak Calon Orang Tua Angkat maupun Calon Anak Angkat sendiri:

1. Persyaratan Formil Calon Orang Tua Angkat

Dijelaskan di dalam Pasal 7 PERMEN, bahwa persyaratan Calon Orang Tua Angkat meliputi:

1.sehat jasmani dan rohani;
2. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
3.beragama sama dengan agama calon anak angkat;
4.berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
5.berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun;
6.tidak merupakan pasangan sejenis;
7.tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
8.dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;
9.memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak;
10.membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
11.adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat;
12.telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
13.memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi

2. Persyaratan Formil Calon Anak Angkat:

Dijelaskan di dalam Pasal 6 PERMEN, bahwa persyaratan Calon Anak Angkat meliputi:

1.anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
2.merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;
3.berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan
4.memerlukan perlindungan khusus.

Pasangan Suami isteri yang ingin mengadopsi anak, dan merasa sudah memenuhi syarat-syarat di atas sudah bisa memulai proses pengajuan permohonan mengadopsi anak. Berikut dapat dijelaskan tatacara pengangkatan anak, dari mulai proses pengajuan hingga penetapan Pengadilan Negeri:

prosedur adopsi bayi baru lahir

1. Tahap Menyiapkan dokumen

Sebelum Pasangan Suami Isteri (Pasutri) memasukan permohonan ke Dinas Sosial ditempat dimana ia akan mengangkat anak atau setidaknya sesuai domisili Calon Anak Angkat, ada beberapa Dokumen yang harus disiapkan terlebih dahulu:

Dokumen Pribadi bersama Pasangan seperti KTP, Kartu Keluarga, dan Surat nikah atau akta nikah, selain untuk mendata indentitas Calon Orang Tua Angkat, ini juga berfungsi untuk membuktikan bahwa Pasutri tersebut sah secara hukum sebagai pasangan dibuktikan dengan surat nikah yang Valid. Dari buku/ akta nikah juga akan terlihat apakah pasutri memenuhi syarat sudah menikah lima tahun atau lebih.

Akta Kelahiran Calon Anak Angkat, hal ini membuat kemungkinan pemalsuan nasab si anak sangat kecil, karena di akta kelahiran tersebut tercantum siapa nama orang tua kandungnya.

Surat Keterangan Cakap Kelakuan (SKCK), dari Kepolisian, untuk membuktikan bahwa Pasutri tidak pernah melakukan tindak kejahatan.

Adanya Surat Keterangan dari Dokter Ahli Kandungan dari Rumah Sakit Pemerintah bagi Pasutri yang divonis tidak mungkin mempunyai anak.

Surat Keterangan Pendapatan dari tempat bekerja atau Neraca Laba Rugi bagi pengusaha, untuk membuktikan Calon Orang Tua Angkat mampu secara Ekonomi.

Surat Ijin Tertulis dari Wali atau Orang tua Kandung Calon Anak Angkat.

Membuat Surat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

Dalam hal Pasangan Calon Orang Tua Angkat baik salah satu atau keduanya Warga Negara Asing, maka harus ada Surat Persetujuan dari Keluarga WNA tersebut yang dilegalisasi oleh Instansi Sosial Negara asal (Instansi yang membidangi urusan pengangkatan anak)

Setelah seluruh dokumen diatas sudah lengkap, maka Pasutri Calon Orang Tua Angkat dapat memasukan permohonannya ke Dinas Sosial di tempat dimana akan melakukan pengangkatan anak, biasanya dokumen akan diteruskan ke Dinas Sosial Provinsi.

2. Tahap Uji Kelayakan Orang Tua Angkat

Setelah dokumen diterima oleh Dinas Sosial di Provinsi, maka akan dilakukan Uji Kelayakan oleh Pekerja Sosial yang ditunjuk untuk melakukan kunjungan ke rumah Calon Orang Tua Angkat. Studi kelayakan yang dilakukan adalah memastikan tentang dokumen yang dijadikan berkas permohonan, memastikan Calon Orang Tua Angkat layak secara ekonomi, dan aspek-aspek lainnya yang bertujuan untuk kepentingan perkembangan anak nantinya.

3. Tahap Pengasuhan Sementara

Jika dinilai Calon Orang Tua Angkat layak untuk melakukan pengangkatan anak, maka berdasarkan laporan dari Pekerja Sosial tersebut dikeluarkan Surat Ijin Pengasuhan Sementara untuk Calon Orang Tua Angkat. Setelah itu Calon anak angkat mulai dapat diasuh dibawah pengasuhan Calon Orang Tua Angkat, dengan diawasi perkembangannya oleh pekerja sosial yang selalu membuat laporan selama 6 (enam) bulan.

4. Tahap Rekomendasi Dinas Sosial

Jika selama 6 (enam) bulan pengasuhan sementara, Calon Orang Tua Angkat dinilai layak untuk dijadikan Orang Tua Angkat secara permanen, maka Dinas Sosial Provinsi akan mengeluarkan rekomendasi untuk hal tersebut kepada Kementrian Sosial dan akan diterima oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak di Kementrian Sosial.

Dasar dikeluarkannya rekomendasi tersebut adalah pembahasan oleh Kepala Dinas Sosial akan hasil penilaian dan kelengkapan berkas permohonan pengangkatan anak dengan Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak di Provinsi yang terdiri dari perwakilan beberapa lembaga. Lembaga itu antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, serta wakil dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kemenerian Kesehatan, Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, KPAI, Komnas Perlindungan Anak, dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia.

5. Tahap Pertimbangan Oleh KEMENSOS

Setelah diterimanya Rekomendasi oleh Direktur Pelayanan Sosial Anak, penilaian kelayakan calon orang tua angkat tersebut akan dibahas oleh Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (PIPA) di Kemensos.

Pada tahap ini, jika Tim PIPA menyetujui pengangkatan anak tersebut maka Akan keluar Surat Keputusan Menteri Sosial tentang persetujuan pengangkatan anak namun jika di tolak, maka anak akan dikembalikan ke Lembaga Pengasuhan Anak.

6. Tahap Penetapan Pengadilan

Jika Calon Orang Tua Angkat sudah bermodalkan Surat Keputusan MENSOS yang isinya menyetujui mengenai pengangkatan anak, maka Calon Orang Tua Angkat dapat mengajukan Permohonan Penetapan oleh Pengadilan Negeri di mana dilakukan pengangkatan anak tersebut.

Jika Penetapan Pengadilan sudah keluar, maka salinan penetapannya disampaikan lagi kepada Kementrian Sosial untuk dilakukan pencatatan oleh Kementrian Sosial. Barulah setelah pengangkatan anak mendapat penetapan pengadilan dan tercatat di Kementrian, pengangkatan anak menjadi sah secara hukum

 

(*)Artikel ini merupakan kutipan dari status Facebook Meita Mariana Dahata

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.