"ASI menyelamatkan bayiku yang terkena meningitis", cerita perjuangan ibu mengASIhi
Dia lahir di usia kandungan 32 minggu, berbagai komplikasi kesehatan terjadi karena lahir prematur, bahkan dia harus menjalani operasi di usia 1 bulan. Beruntung dia bisa pulih dan tumbuh sehat berkat ASI.
Kita semua tahu manfaat ASI bagi bayi sangatlah banyak. Namun, kisah ibu yang satu ini akan membuat kita percaya pada keajaiban ASI.
Melahirkan di usia kandungan 32 minggu
Aku masih ingat hari itu, aku mengalami kontraksi ketika sedang mengurus kepulangan suamiku dari rumah sakit. Setelah pemeriksaan, dokter menyuruhku pulang dan istirahat, dia mengatakan mungkin aku kelelahan karena merawat suamiku yang sakit. Namun dalam perjalanan pulang, aku hampir pingsan hingga harus dibawa ke ruang perawatan intensif. Usia kehamilanku baru 32 minggu, namun dokter memberitahu bahwa aku mengalami kontraksi dini. Aku diberi obat-obatan untuk membantu janin siap dilahirkan. Keesokan harinya, aku merasakan sakit kontraksi yang menandakan persalinan akan segera terjadi. Aku diberi obat untuk menahan kontraksi, tapi 6 jam berlalu, sakit kontraksi masih kurasakan. Dan salah satu petugas medis mengatakan aku sudah mengalami pembukaan.
Dokter dipanggil, dia mengatakan detak jantung bayi melemah, dan harus dilakukan caesar secepatnya. Caesar pun segera dilakukan, aku hanya bisa pasrah. Aku melihat mereka mengeluarkan bayiku dan segera dibawa ke sisi lain ruangan, lima orang petugas mengerumuninya. Aku sadar bayiku tidak menangis, aku ingin ke sana dan melihatnya, tapi aku tergeletak tak berdaya di meja operasi, dengan dokter yang sedang menjahit perutku. Tak lama kemudian aku mendengar rengekan pelan bayiku, saat itu aku tahu bayiku hidup. Dia segera dibawa ke NICU. Aku tidak sempat melihatnya, tidak ada pelukan pertama, IMD, ataupun ciuman pertama setelah lahir. Aku merasa momen berharga yang seharusnya terjadi itu dirampas dariku. Selesai dijahit, dokter membawaku ke ruang pemulihan. Saat itulah aku melihat ruang operasi penuh darah berceceran di mana-mana. Aku mengeluarkan banyak sekali darah.
Kemungkinan komplikasi serius pada bayiku
Aku bertanya berulangkali bagaimana kondisi putriku, tapi tidak ada yang menjawab. Beberapa jam kemudian dokter datang, dan menjelaskan penyebab aku mengalami persalinan dini karena ari-ari yang sudah terpisah dari rahim. Hal ini menyebabkan suplai oksigen menurun pada bayi. Selain plasenta yang lepas dari rahim, tali pusar juga melilit leher bayiku. Dan kondisiku juga mengalami tekanan darah tinggi. Dokter mengatakan, ini komplikasi serius. Dan bila terjadi di rumah, maka kemungkinan aku dan bayiku tidak selamat. Aku juga kehilangan 2 liter darah selama persalinan. Kemudian seorang ahli pediatri datang, membawa kabar buruk. Bayiku telah menghirup banyak darah, bahkan di paru-parunya ada darah. Sehingga membuat kondisinya kritis saat dibawa ke NICU, namun kini ia sudah stabil.
Dokter juga menjelaskan, tim di NICU masih melihat beberapa kemungkinan komplikasi yang terjadi pada bayiku. Bila kondisinya stabil, dia bisa keluar setelah 6 atau 8 minggu. Mereka pergi setelah menyuruhku istirahat, namun yang bisa kulakukan hanyalah berdoa untuk keselamatan bayiku. Sambil menunggu dokter mengijinkanku masuk NICU, aku mencari tahu bagaimana caranya meningkatkan kesehatan bayi prematurku. Dari situ aku tahu bahwa ASI di tubuhku memiliki nutrisi penting bagi bayi yang lahir prematur.
Salah satunya adalah manfaat ASI bagi bayi prematur, yang ternyata bisa membantu tumbuh kembangnya di luar rahim.
Aku segera meminta bertemu dengan konsultan laktasi di rumah sakit ini. Dia mengajariku memerah ASI dengan tangan, aku beruntung ASI-ku langsung keluar.
Pertama kalinya bertemu dengan bayiku
Tak lama setelah itu, dokter mengijinkanku ke ruang NICU. Apa yang kulihat membuat hatiku menangis. Dia terlihat begitu kecil, beratnya hanya 1,6 Kg. Banyak selang yang terhubung di tubuhnya, bahkan untuk bernapas dia harus dibantu selang oksigen. Dan sayangnya dia belum bisa menerima ASI sebelum semua darah di mulut dna perutnya dikeluarkan. Aku merasa tidak berdaya. Aku bahkan tidak bisa memeluknya. Tapi aku tidak mau menangis, karena aku tak mau bayiku merasakan kecemasan dan kesedihanku. Aku dibolehkan pulang keesokan harinya. Di mobil aku tak mampu lagi menahan diri, aku menangis sejadi-jadinya atas apa yang menimpaku dan bayiku. Yang paling berat ialah aku harus pulang ke rumah tanpa membawa bayiku. Suamiku tak bisa melakukan apapun selain memelukku.
Hari-hari di NICU
Beberapa hari setelah itu, bayiku cukup stabil untuk dimasukkan ke inkubator, dan akupun dibolehkan untuk menggendongnya. Aku diberitahu bahwa kontak fisik ibu dengan bayi bisa membantu proses pemulihan bayi prematur. Oleh sebab itu aku melakukannya setiap hari. Dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore aku bersama bayiku di NICU. Meski bayiku belum bisa menerima ASI, aku terus memerah ASI setiap 3 jam sekali, hingga lemari esku penuh dengan ASIP. Bahkan aku bisa berbagi ASI dengan bayi prematur lain di NICU itu. Dua minggu kemudian, putriku akhirnya dibolehkan minum ASI. Dia bisa langsung melakukan pelekatan dengan baik, dia menyusu dengan kuat, ketika putingku dilepas dia marah. Artikel terkait: Begini cara menyusui bayi prematur yang tepat
Saat Meningitis datang
Satu hari, aku datang ke NICU mendapati laporan dari perawat bahwa bayiku lesu, dia tidak mau menyusu dan hanya ingin digendong. Dokter mengatakan bayiku mengalami meningitis. Untungnya obat-obatan yang diberikan dokter bekerja dengan baik. Selain meningitis, bayiku juga kena penyakit kuning, dia harus menjalani fototerapi dua kali. Beberapa komplikasi lain seperti anemia, apnea, hingga masalah pernapasan juga dialami oleh putriku.
Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan untuk membantunya, aku hanya bisa menyusui dan memberinya kontak fisik sesering mungkin. Beberapa minggu kemudian, ketika aku masuk NICU, putriku tidak ada di sana. Kupikir sesuatu yang buruk telah terjadi. Lalu perawat mengatakan bahwa putriku dipindahkan ke ruangan IMCU, di sebelah NICU. Tandanya kondisi bayiku mulai membaik dan tidak pelru dipantau terus-terusan.
Perjuangan belum berakhir
Selama di IMCU, aku dan perawat melihat perut putriku semakin membesar. Kami pikir itu karena dia menyusui sangat banyak. Namun ketika seorang ahli bedah pediatri datang memeriksa, dia mengatakan putriku mengalami penyakit Hirschprung’s yang membuat bagian bawah usus besarnya tidak terbentuk dengan baik. Sehingga bayi sulit BAB secara alami. Dokter bilang bayiku membutuhkan operasi. Padahal bayiku baru berusia sebulan, dan berat badannya belum bertambah banyak. Aku tak yakin dia mampu menjalani operasi, namun karena itu adalah hal yang ia butuhkan, kami hanya bisa pasrah. Untungnya operasi berjalan lancar. Dan ia bisa kembali ke IMCU. Syukurlah, dia bisa pulih dengan cepat. Dan kami tinggal menunggu dia bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri sebelum kami bisa membawanya pulang.
Kejutan di awal April
Pada tanggal 1 April, aku datang ke NICU, dan lagi-lagi aku tidak melihat bayiku di tempat biasa. Sebelum aku sempat merasa panik, perawat membawaku ke ranjang bayi di sudut ruangan. Di sanalah putriku berada, dia tidak lagi membutuhkan inkubator karena dia sudah bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri. Akhirnya, setelah 41 hari di NICU, putriku bisa pulang ke rumah. Ketika kami pulang dari rumah sakit, aku berjanji pada putriku, dia tidak akan pernah sendirian, sampai kapanpun. Dan dia bisa mendapatkan ASI sebanyak yang ia mau. Asalkan ia selalu sehat dan ceria.
Disadur dari artikel Candice Lim di theAsianparent Singapura
Baca juga:
Manfaat tak terduga ASI pada bayi prematur, penelitian ini mengungkapnya