Karen Edwards sempat bersedih ketika ia menikah dan akhirnya punya anak. Ia bertanya-tanya apakah berkeluarga akan membuatnya berhenti dari hobi travelingnya atau tidak.
Saat mengutarakan kegamangannya, suami memberikan solusi. Mereka merencanakan traveling bersama bayinya dengan menggunakan cuti hamil sang istri.
Di Inggris, cuti melahirkan diberikan selama 1 tahun penuh dengan tunjangan melahirkan yang dibayarkan beberapa persen dari gaji setiap bulannya. Selain dapat uang tunjangan hamil, Karen juga sempat menjual mobil dan menyewa rumah baru yang lebih kecil di London.

Merencanakan perjalanan sejak kehamilan
Rencana yang disusun jauh-jauh hari tersebut membuat Karen memutuskan untuk mengambil cuti hamil yang mepet dengan hari kelahiran bayi.
“Tentu saja aku kelelahan jika harus bekerja dalam keadaan hamil besar. Tapi itu adalah pengorbanan yang harus aku lakukan agar masa cutiku semakin panjang.” Jelasnya lewat blog Travel Mad Mum.

Agar dapat mengumpulkan uang cukup, ia sempat bekerja sebagai dosen saat pekerjaan utamanya sebagai perawat di rumah sakit libur. Suaminya juga bekerja keras sebagai seorang Arsitek Lansekap.
Karena bukan orang yang boros dalam membelanjakan uang untuk barang-barang tertentu, maka semua penghasilan ditabung demi rencana perjalanan impian mereka.
Saat ia dan suami masih memiliki gaji penuh, mereka mulai memesan tiket pesawat untuk perjalanan mereka bersama sang bayi, Tujuan pertamanya adalah New Zealand, kampung halaman suaminya.
Bepergian selama satu tahun bukan berarti tak punya penghasilan selama 12 bulan. Selain mendapatkan tunjangan kelahiran, Karen meminta suaminya untuk meninggalkan pekerjaannya selama setahun sambil mencari pekerjaan baru selama mereka dalam perjalanan.
Karena penghasilan Karen lebih besar dari Shaun, maka ia setuju untuk kehilangan pekerjaan demi jalan-jalan setahun bersama istri dan anaknya. Sekembalinya dari traveling, Shaun harus mencari pekerjaan baru.
Saat Baby Esme sudah berumur 10 minggu, mereka memulai perjalanan pertamanya. Untuk tujuan traveling pertama, mereka tidak menghabiskan banyak uang karena tinggal di rumah orangtua Shaun.
Kemudahan akomodasi membuat mereka memutuskan untuk menyewa sebuah rumah kecil di New Zealand. Lama-lama uang mereka mulai menipis.

Shaun mulai mengambil pekerjaan yang memakan waktu singkat. Karen juga bekerja sebagai pemeriksa essay di sebuah kampus lokal selama cuti melahirkannya di New Zealand.
Karena ada unsur kerja inilah, ia dan suami terpaksa mengganti visa mereka dari turis ke pekerja. Pergantian visa tersebut ternyata memakan banyak waktu dan banyak biaya.
Soal hotel selama perjalanan, mereka sengaja tidak memilih penginapan yang mewah. Asalkan penginapan tersebut murah, bersih dan menyediakan sarapan, mereka akan tinggal di tempat tersebut.
Kini Baby Esme sudah berusia 17 bulan. Ia telah traveling ke Singapore, Australia, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Taiwan, Hong Kong, Irlandia, Brisbane, dan banyak lagi negara lainnya.
Sambil melakukan perjalanan dengan suami dan bayinya, Shaun aktif menulis blog dan berbagi tips seputar berpergian bersama bayi. Pengalamannya berpergian bersama bayi juga mendapat perhatian luas dari media.

Kini ia berencana untuk menambah catatan perjalanan. Sambil memikirkan caranya menjadi ibu yang merawat anaknya di rumah selama Baby Esme belum dapat ditinggal.
Apakah Parents ada yang berencana meniru Karen dan suaminya?
Baca juga :
Amankah Travelling dengan Bayi?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.