Lagi, anak jadi korban teror bom yang dibuat oleh ayahnya

Bagaimana bom tersebut bisa meledak di rumah?

Kamis, 5 Juli 2018 kemarin, warga Pasuruan digegerkan oleh kasus bom meledak di rumah seorang terduga teroris. Anak pelaku bom tersebut menjadi korban dan harus dilarikan ke rumah sakit. Dia menderita luka bakar di bagian wajah dan kakinya, sementara sang ayah yang juga terluka karena bom masih dalam pencarian pihak kepolisian.

Laman Tempo melaporkan, ledakan bom terjadi sebanyak tiga kali pada Kamis siang, di sebuah rumah kontrakan yang terletak di kelurahan Pogar, Bangil, Pasuruan Jawa Timur. Pelaku bom yang berusaha ditahan warga, melarikan diri sambil mengancam akan meledakkan bom jika warga tidak membiarkan dia pergi.

Pelaku bom Pasuruan adalah mantan napi kasus teroris

Terduga pelaku bom tersebut bernama Abdullah alias Aswardi, dia pernah menjadi narapidana akibat kasus terorisme di Lapas Cipinang selama 5 tahun. Setelah bom meledak di rumahnya dan melukai sang anak, dia kabur membawa ransel. Istrinya bernama Dina Rohana kini sedang diperiksa polisi.

Kapolri Tito Karnavian menyatakan, bahwa kasus bom Pasuruan ini bukanlah serangan teror, tapi meledak sendiri karena anak Abdullah bermain-main dengan bom tersebut.

Seperti dikutip dari laman Okezone, Tito Karnavian juga menjelaskan bahwa awalnya bom ini dimaksudkan untuk menyerang TPS-TPS ketika pilkada berlangsung. Namun karena ada konflik internal dalam kelompok, aksi teror saat pilkada dibatalkan. Dan bomnya disimpan di rumah kontrakan Abdullah.

Lebih lanjut, Tito juga menerangkan bahwa bom yang meledak berdaya ledak rendah, dan biasa digunakan untuk menangkap ikan. Tito menghimbau agar peristiwa ini tidak perlu dibesar-besarkan, dan masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, bom yang meledak murni kecelakaan dan bukan serangan teror.

Tito juga yakin, batalnya serangan teror bom di Pilkada terkait dengan kesuksesan timnya dalam meringkus para pelaku bom Surabaya yang menebar teror di gereja beberapa waktu lalu. Sehingga Abdullah dan rekan satu kelompoknya takut untuk melancarkan aksi teror lagi.

Artikel terkait: Selamat jalan malaikat kecil… 2 Bocah jadi korban teror bom Surabaya

Bagaimana menjelaskan pada anak mengenai kejahatan terorisme?

Parents mungkin penasaran dengan perkembangan kasus teror bom Surabaya sehingga terus menerus menyalakan televisi untuk mengetahui kabar terbaru. Wajar, hampir semua orang juga melakukan hal yang sama.

Hanya perlu diingat bahwa ada anak-anak yang mungkin juga ikut menyaksikan meski ia belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi. Lalu, bagaimana menjelaskan hal ini pada anak?

Anak masih belum bisa menyaring informasi yang ada. Tugas kita sebagai orangtua membantunya memahami sesuai dengan usianya.

Menurut Najeela Shihab, pemerhati pendidikan, Parents bisa melakukan hal ini untuk membantu menjelaskan pada anak tentang teror kekerasan, situasi darurat, dan memahami informasi:

  • Berbicara tentang teror kekerasan, situasi darurat, dan memahami informasi kepada anak membutuhkan waktu dan suasana yang tepat. Kondisi saat ada kejadian khusus di lingkungan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya aksi bom di Surabaya 13 Mei 2018 ini bisa menjadi salah satu kesempatan belajar yang tepat.
  • Selalu mulai dengan mengecek perasaan anak tentang kejadian teror atau situasi darurat serta mencari tahu seberapa banyak informasi awal yang dimiliki anak. “Apakah kamu dengar berita pagi ini?”
  • Ajak anak mengenali, melabel, serta mengekspresikan emosinya. Ingat, setiap anak memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dan cara mengekspresikan yang unik.
  • Pastikan Parents dan guru juga bersikap tenang serta tidak menularkan kekhawatiran yang berlebihan pada anak. Apalagi menyalahkan dan memperkuat stereotip yang salah mengenai kelompok tertentu.
  • Jadilah contoh yang baik bagi anak tentang literasi media dan informasi. Selalu bersikap kritis, tidak menyebarkan berita yang belum dicek kebenarannya yang dapat menimbulkan keresahan yang tidak perlu.
  • Pastikan anak tahu bagaimana bereaksi dalam situasi darurat; memiliki informasi yang diperlukan, misalnya: hapal nomer HP orangtua, serta tingkah laku yang tepat dalam situasi darurat misalnya mengikuti instruksi, menghindari kerumunan, dll.
  • Ajarkan anak untuk sensitif dan responsif pada lingkungan di sekitarnya. Mengamati kondisi dan tingakah laku orang di sekelilingnya; misalnya siapa yang butuh bantuan, tahu cara mengungkapkan kecemasan pada orang dewasa di sekitarnya, memerhatikan tanda/lambang keamanan (contohnya pintu darurat). “Apa yang bisa kamu lakukan kalau…?” atau “Bagaimana kita bisa bantu ya?”
  • Biasakan membahas kejadian sehari-hari maupun berita populer di media massa yang sesuai dengan usia anak sebagai bagian dari rutinitas keluarga. Hal ini membuka pintu komunikasi dan mengajarkan anak pentingnya nilai sosial dalam masyarakat.

 

Baca juga:

Saksi: "Anak-anak pelaku bom bunuh diri itu menangis, mereka tidak mau mati"

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.