Keajaiban yang Sempurna

undefined

KEAJAIBAN YANG SEMPURNA

Hallo perkenalkan nama saya Eka. Saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya tentang keajaiban setelah kehamilan ektopik ( hami diluar kandungan ) di Kota Bandung. O iya sebelumnya saya akan jelaskan kehamilan ektopik itu secara singkat aja karena bukan bidang saya untuk menjelaskan secara detail. Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar kandungan (rahim), dapat dikatakan janin yang berkembang tidak didalam rahim, tentu saja kejadian ini dapat membahayakan nyawa ibu yang mengandung kalau tidak ditindaklanjuti secara tepat dan cepat. Gimana rasanya hamil diluar kandungan ? yang saya rasakan tidak nyaman di daerah perut bagian bawah, tentu saja ini sama seperti ibu – ibu hamil pada umumnya, akan tetapi ada disuatu saat saya merasakan sakit yang amat sangat tajam sampai cuman berbaring di kasur tidak bisa berbuat apa – apa, disitu saya berpikir ini bukan hamil yang biasa soalnya usia kandungan masih disekitar 5 mingguan tapi sudah mengalami berbagai macam kejadian salahsatunya pendarahan masif keluar dari vagina seperti haid. Ya itu penjelasan singkat dan gejala awal yang saya rasakan tentang kehamilan Ektopik. By the way saya mengalami kehamilan ektopik sudah 2 kali berturut – turut diumur pernikahan saya dengan suami yang masih muda, lagi ngebet – ngebetnya punya anak tapi diberikan ujian seperti ini.

Saya dengan suami menikah di bulan Oktober, dan tespek positif pertama saya pada akhir bulan Januari. Kita menyambutnya dengan bahagia dan langsung cek kandungan di RS terdekat, akan tetapi janin yang diharapkan tidak terlihat dengan USG 2D maupun menggunakan USG Transvaginal. Otomatis kita kecewa dan Dokter hanya berkata “mungkin usia kandungannya masih muda nanti 2 – 3 mingguan kesini cek kandungan lagi siapa tahu udah bisa dilihat janinnya”, ya kalimat itu yang dapat menghibur kita. Kita pulang hanya mendapatkan obat penguat kandungan dari bu dokter yang wajib dikonsumsi untuk saya. Kita masih antusias bahagia dengan tespek positif pertama, saya selalu mengkonsumsi obat penguatnya sesuai anjuran dokter suami selalu siaga didekat saya. Selang 3 hari setelah itu, saya mengalami pendarahan, kita yang begitu bahagia langsung mendadak sedih dan bingung karena kita baru pertama kali mengalaminya, lalu saya cek beberapa kali tespek masih positif juga, timbul pertanyaan “Apakah ini keguguran?”, “Janinnya gimana ? Bagaimana yang harus saya dan suami lakukan ?” dan lain lain. Akhirnya memutuskan ke dokter lagi tapi beda dengan RS yang pertama, USG saya masih belum keliatan janinnya dan respon dokter bilang “cek tespek lagi aja soalnya belum keliatan janinnya” tapi kita belum puas dari respon dokter, saya ceritakan dari awal tespek positif sampai pendaharan ke dokternya, akhirnya saya diberikan obat wajib dikonsumsi. Bu dokter berkata “selama seminggu rutin dikonsumsi lalu cek tespek, kalau tespek negatif aman tapi kalau tespek masih positif perlu cek kesini lagi bu”. Okey kita pulang dengan rasa sedih dan kecewa jadi satu. Obat penguat kandungan saya buang, ganti dengan obat yang baru saja dikasih dari dokter tadi, sudah semingguan berlalu saya langsung cek tespek lagi dan apa yang terjadi permirsah ? tespek saya masih positif, itu yang membuat saya dan suami bingung sedangkan saya masih merasakan kram perut bawah dan pendarahan saya sudah sedikit yang keluar. Disuatu sore menjelang magrib tiba – tiba saya ambruk hanya bisa berbaring dikasur rasanya tulang belakang seperti remuk nyeri tajam yang tak tertahankan, aktivitas saya berbaring mengatur nafas ketika agak reda rasa sakitnya saya langsung menghubungi pak suami yang sedang berdinas sore. Sempat pengin langsung ke IGD tapi suami belum bisa pulang, akhirnya kita memutuskan esok hari untuk cek kandungan lagi. “Ingat ya teman – teman kejadian menunda ke IGD ini jangan ditiru karena kita tidak bisa mengukur resiko bahaya yang kita alami, sebaiknya ketika mengalami seperti itu langsung aja dibawa ke IGD untuk tindakan lebih lanjut yang tepat”.

Keesokan hari tiba, awal bulan februari ya saya ingat banget tangal 3 hari senin pada tahun 2020 bersama suamiku kita ke Rumah Sakit dan memilih dokter kandungan yang direkomandasikan oleh pihak admin pendaftraannya karena sempat kecewa dari respon dokter yang sebelumnya, yang namanya cocok – cocokan sama dokter itu susah dijelaskan walaupun doter kandungan tersebut sudah kompeten di bidangnya. Okelah lanjut, singkat waktu setelah penantian panjang menungu antrean datang akhirnya namaku dipanggil untuk masuk ke ruang dotker, sebut saja nama dokternya bu fitriya. Kita pun masuk ke ruangan, setelah itu melimpahkan keluh kesah dan kebingungan yang kita alami, singkat cerita saya langsung disuruh cek kandungan USG masih tetap sama hasilnya tidak ada janin di rahimku, seperti biasa reaksi saya dengan suami automatis sedih. Bu Fitriya menjelaskan hasil USG bahwa dibelakang / luar rahim sepertinya ada pendarahan, dan menjelaskan hal – hal yang kemungkinan terjadi ketika ada pendarahan di luar rahim salah satunya disebabkan oleh kehamilan ektopik. Kita pun terdiam menahan kesedihan yang amat dalam saat bu dokter menerangkan kehamilan ektopik beserta bahaya yang akan datang ketika telat ditindaklanjuti, ya termasuk mengancam nyawa saya yang jadi taruhannya. Penjelasanpun usai, kita direkomendasikan ke dokter yang sudah expert tentang masalah seperti kehamilan ektopik yaitu ke dokter pak Ruswana yang buka prakteknya sore okelah kita pulang kekosan (maklum belum punya rumah). Sampai dikosan kita melepas penat setelah sholat dhuhur hari itu terasa berat hancur hati kita ketika tau janin ga terselamatkan walaupun belum divonis kehamilan ektopik tapi mental kita sudah kena, ujian yang menguras fisik, pikiran dan perasaan menjadi down hanya kekuatan doa dan saling menyemangati satu sama lain bersama suami ya hanya kita berdua yang saling menguatkan, prinsip kita “Allah tidak mungkin menguji hambanya melebihi batas kemampuan hambanya, Allah pasti juga memberikan sesuatu yang terbaik untuk hambanya yang selalu bersabar dijalan-Nya dan setiap penyakit pasti ada obatnya”. Bada Ashar pun datang, kita balik lagi ke Rumah Sakit dengan kondisi basah kuyup karena hujan deras dan kita bermodalkan motor serta jas hujan yang merembes ke kulit, kita hanya bisa pasrah pada keadaan, usaha dan do’a telah kita upayakan tinggal menunggu vonis dokter. Kita pun akhirnya bertemu dengan dokter pak ruswana.

Seperti biasa bertemu dengan dokter, saya dan suami mengungkapkan keluh kesah yang telah dialami dari kandungan saya, pak Ruswana pun merespon dengan wajah senyum yang ramah . Pemeriksaan kandungan pun dimulai USG 2D hasilnya masih nihil tidak terlihat janin yang berkembang, dikarenakan belum terlihat janinnya maka dilakukan USG Transvaginal. Nah disini ketahuan ada anomali antara tuba falopi kiri dan kanan, dibagian saluran kiri terlihat membengkak dengan diameter kurang lebih 5 mm sedangkan saluran kanan masih normal. Kita dijelaskan oleh pak Ruswana tentang pembengkakan tersebut “nah ini janinnya tersumbat dan berkembang di saluran kiri jadi tidak sampai di rahim, kalau dibiarkan bisa pecah salurannya dan pendaharan hebat, banyak yang menyebabkan janin tersumbat salah satunya keputihan serta salurannya itu sendiri”, panjang lebar dijelaskan oleh pak dokter kita pun jadi tambah wawasan tapi kecemasan masih menghantui kita berdua karena saya harus melalui operasi untuk mengeluarkan janin yang tersumbat di saluran tuba falopi. Opearasi tersebut dinamakan “Laparoskopi”. Laparoskopi akan dilakukan dengan bius total. Dokter bedah mulai membuat sayatan tunggal pada kulit dan otot perut, sehingga organ di bawahnya dapat terlihat dengan jelas. Organ yang telah terbuka kemudian akan diperiksa dengan cermat. Setelah itu, dokter akan langsung melihat lokasi tempat sel telur menempel dan mengatasinya. Saat prosedur selesai, bagian yang disobek akan dijahit kembali agar tertutup seperti sebelumnya. Jika pada prosedur tersebut tuba falopi pecah atau mengeluarkan darah, barulah laparotomi akan dilakukan yakni mengangkat jaringan ektopik di tuba falopi.

Hari senin pukul 9 malam saya masuk ruang untuk persiapan operasi ditemani sang suami kita berbincang melepas ketegangan dan kecemasan. Tidak ada keluarga sanak saudara sampai orang tua yang menjenguk kita, semua hal pilu kita telan bersama hanya melalui chat WA itupun hanya sekedar laporan. Senang, sedih, dan susah dilalui bersama menjadi kita mandiri saling menguatkan satu sama lain. Disitu kita baru ingat seharian cuman makan soto ayam pas pagi hari, saking sedihnnya kita tidak merasa lapar sama sekali. Beberapa menitpun berlalu saya diajak ke ruangan operasi, sang suami selalu mengingatkanku untuk selalu ingat Tuhan dan doa semoga dilancarkan segalanya. Di ruangan operasi sebelum dibius total saya menangis tipis takut dengan segalanya yang akan terjadi, suami menunggu diluar ruangan. Setelah 2 jam berlalu dokterpun keluar menemui suamiku lalu menjelaskan tentang operasinya yang berjalan lancar dan memperlihatkan tahapan – tahapan operasi dari disayat saluran tuba falopi, diambil janinnya sampai diperbaiki kembali. Alhamdulillah, pas saya operasi tidak terjadi pendarahan hebat jikalau terjadi suamiku selalu siap sedia menolong karena golongan darah kita sama. Sesudah operasi yang saya rasakan seluruh badan mengigil banget dari keluar ruang operasi sampai subuh menjelang badan saya sudah terasa “mendingan”, menggigil adalah efek samping dari bius total yang disuntikan ke tubuh saya itulah penjelas singkat dari suster ke suamiku, karena pada waktu itu saya masih “mengigau/halusinasi”,menjelang sadar dari halu dan badan sudah mendingan saya merasakan di perut masih terasa sakit nyeri banget, obat anti nyeri serasa menjadi kawan dekat, suami selalu menyemangatiku untuk latihan duduk walaupun itu sulit. Kita menginap 3 malam 2 hari dengan kontrol dokter disetiap malamnya, kondisi saya hari demi hari membaik jahitan luar sudah mengering dan kita dibolehkan untuk “check out” dari Rumah Sakit. O iya “for your information” saya dan suami bukan dari keluarga berada tapi alhamdulillah kita selalu dicukupkan, pas mau check out pun biaya dari Rumah Sakit gak sedikit hampir setengah dari seratus juta, suami sempat berpikiran untuk “menyekolahkan” surat – surat berharganya karena tidak mungkin jika harus merepotkan keluarga serta orang tua, tapi kuasa Tuhan itu memang ada dikala hambanya kesusahan pasti ada jalan keluarnya, biaya Rumah Sakit ditanggung semua oleh perusahaan suami. Saya dan suami selalu bersyukur atas nikmat Tuhan walaupun diuji berat seperti ini kita selalu diberi jalan keluar yang tidak terduga. Dari tespek positif tapi janin tidak terlihat di rahim, pendarahan, tubuh saya ga enak, terguncang sedikit perut terasa sakit dan seperti ada yang mengganjel, kram perut, pusing, sampai dimana tubuh saya gak bisa digerakkan karena sakit semua, biaya pengobatan yang tidak murah tapi Tuhan memberikan solusi, kita dipertemukan dengan dokter – dokter kandungan yang bagus terutama ibu Fitriya dan bapak Ruswana beliau bagaikan penyelamat hidupku yang diutus oleh Allah.

Pasca operasi saya masih disuruh kontrol untuk pengecekan jahitan luar dan dalam, anjuran dari dokter pak Ruswana saya taati seperti obat – obatan penunjang kesehatanku saya konsumsi secara teratur, dan saat control terakhir disarankan untuk cek HSG. Pemeriksaan HSG apa itu HSG ?. HSG adalah Histerosalpingografi sebuah prosedur X-ray yang dilakukan untuk melihat bagian dalam dari rahim dan saluran tuba falopi. Semua saya jalani alhamdulillah berjalan lancar dan hasil dari rahim serta kedua saluran tuba falopi terbilang “paten” masih dalam keadaan normal dan bagus, itu pertanda bahwa hasil operasinya berhasil. Sudah sebulan saya harus bolak – balik dari Kosan ke Rumah Sakit, setiap kontrol dengan dokter pak Ruswana, beliau selalu menjelaskan secara detail hasil dari perkembangan saya dan pengecekan lab HSG, yang khas dari beliau saat menjelaskan ke pasiennya adalah senyumannya, ketika ada hal – hal yang menurut saya “mengerikan” tapi beliau mengemasnya dengan cara elegan agar pasien tidak “worry” ya penilaian itu dari sudut pandang saya dan suami, kita berkesimpulan cocok dengan dokter ini untuk program hamil pun kita meminta anjuran dari beliau. Alhamdulillah proses pasca operasi saya berjalan lancar tidak ada hambatan, setelah itu saya bertanya ke pak dokter “Apakah saya dan suami sudah bisa untuk program hamil ?, Apakah kasus ini masih bisa terulang? Dan kalau acuan dari hasil lab HSG saya paten Apakah masih ada peluang untuk hamil ektopik di saluran tuba falopi lagi?, jawab dari beliau “Kalau mau langsung promil boleh silahkan aja nanti saya kasih obat “penyubur” dan lain – lain beliau menjelaskan kiat – kiat untuk bisa hamil kembali. Permasalahan pertama kelar jawaban dari pak dokter membuat kita senang akhirnya kita masih bisa punya anak (maklum nikah usia muda menggebu – gebu) , tapi jawaban dari pak dokter tentang pertanyaan berikutnya yang membuat kita khawatir, “Masih ada peluang untuk hamil ektopik kembali, apalagi kalau sudah ada riwayatnya besar kemungkinan bisa terjadi lagi dan belum tentu hasil HSG paten bisa hamil normal, balik lagi banyak faktornya untuk kembali mengalami hamil ektopik”. Kita seakan – akan sudah terbang tinggi langsung dijatuhkan ke tanah, keragu – raguan pun datang bersamaan dengan kecemasan tentang kehamilan diluar kandungan mulai terbanyang hal – hal berat yang akan kita lalui bersama. Tapi bukan pak Ruswana namanya kalau penjelasannya tidak menyejukkan pasiennya, beliau sambil tersenyum berkata seperti ini “Seenggaknya kita tahu rahim dan salurannya masih aman untuk hamil normal kembali, tinggal kalian promil yang benar, dan ini ID card saya kalau ada problem atau mau tanya bisa lewat WA chat” sambil melanjutkan kiat – kiat program hamil beliau memberikan ID cardnya ke kita. Kita dibikin berdiri kembali setelah sempat jatuh ke tanah, okelah kita harus bersemangat untuk bisa punya anak.

Pada bulan Maret kita bersemangat kembali setelah melewati februari yang penuh hujan tangisan. Anjuran pak dokter selalu saya turuti semacam mengonsumsi obat penyubur, buah alpukat dan menyeduh ramuan rempah (ini saya cari info sendiri bukan dari pak dokter hehe), dan suami juga berolahraga selalu menjaga stamina dikala dia sibuk kerja, pokonya mulai dari makanan sampai lingkungan kita lebih “aware”, intinya dibulan ini kita hidup sehat dari sebelumnya walaupun kita juga sama seperti orang normal, tapi kita harus meningkatkan demi punya anak. Yaps, semua kita lakukan demi bisa dapat anak, tak terkecuali do’a kepada Allah tidak pernah kita tinggalkan, membeli stok tespek kesuburan untuk mengoptimalkan promil, HB kita lakukan di pagi hari (katanya suburnya sperma pria). Hari demi hari sampai berganti ke bulan april kita lalui bersama, pada akhir bulan april setelah suami gajian tespek saya positif kembali, respon kita senang bahagia tapi masih ada rasa cemas kehamilan ektopik yang membayang – bayangi pikiran kita. Keesokan harinya saya bersama suami cek kandungan dengan dokter Pak Ruswana, dag dig dug kita dibuatnya saat masih konsultasi dengan pak dokter karena masih terbayang hamil ektopik, setalah sesi curhat selesai langsung pengecekan menggunakan USG 2D. Hasilnya ternyata tidak terihat janinnya hanya penebalan rahim saja, kita langsung terdiam langit seakan runtuh menimpa tubuh yang lemas ini, bayang – bayang hamil ektopik selalu menghantui, penjelasan dari pak dokterpun gak mempan, logika saya stak takut terulang kembali kejadian 2 bulan kemarin. Saya langsung diusulkan untuk pengecekan tes Beta HCG, “Saya buat surat rujukan untuk pengecekan Beta HCG, bila sudah tes lab langsung konsultasikan ke saya ya nanti saya jelaskan” itu usulan dari pak dokter, kita keluar dari Rumah Sakit ba’da magrib langsung mencari Laboratorium terdekat di daerah Bandung yang masih buka, alhasil zonk tutup semua karena jam operasional diperketat pas musim covid – 19. Oiya saya jelaskan secara singkat apa itu pengecekan beta HCG, ya secara singkat saja karena saya bukan orang yang kompeten dibidang itu. Pengecekan Beta HCG (Hormon Beta Chorionic Gonadotropin) dilakukan untuk mengetahui kadar hormon yang diproduksi oleh plasenta pada janin yang berkembang, nah pada posisi saya itu untuk memastikan bahwa saya hamil atau tidak, karena tingkat keakuratan lebih tinggi, secara umum peningkatan kadar hormon beta-hCG darah melebihi 25 mIU/mL sudah bisa dinyatakan positif hamil. Pulang ke kosan dengan muka kurang bersemangat tapi kita tetap saling menguatkan satu sama lain, itu kebiasaan kita dikala kita “down”. Pagi hari setelah sarapan kita cari laboratorium untuk tes Beta HCG, singkat cerita hasil dari tes lab saya lebih dari nominal sekitar 250 mIU/mL, bisa disimpulkan saya hamil. Akan tetapi pada kehamilan kali ini saya tidak merasakan seperti perut bagian bawah kram. Saat kehamilan pertama ketika sedang berboncengan dengan pak suami duduk di jok motor seperti ada yang ngeganjel di bawah perut apalagi kalau ngelewati “polisi tidur” saya merasa tidak nyaman seperti “disuduk” dari bawah. Tapi untuk kehamilan ke dua saya tidak merasakan itu. Hanya saja janin di dalam rahim belum terlihat. Sore pun tiba diwaktu hari yang sama, kita konsultasikan ke pak dokter, beliau menyimpulkan bahwa saya hamil kalau dilihat dari hasil tes lab tersebut tapi pada saat USG janinnya masih tidak terlihat. Kata pak dokter “kalo dilihat dari nominal kadarnya ini sudah masuk usia kandungan 3 – 4 mingguan tapi janinnya masih tidak terlihat kemungkinan ini hamil ektopik lagi, yang sabar ya bu, pak” disitu pak dokter masih belum bisa memvonis saya ektopik lagi atau tidak, pak dokter kembali mengusulkan “ 3 hari setelah ini tes beta HCG lagi nanti hasilnya bawa kesaya”. Setelah 3 hari berlalu kita konsultasi lagi ke pak dokter, hasil dari kadarnya masih melebihi nominal tapi peningkatannya sedikit, FYI ya untuk peningkatan hormon beta HCG harusnya dalam sehari dapat terjadi peningkatan yang drastis, kalau kondisi saya dikasih jangka waktu 3 hari masih tetap peningkatannya sedikit hormonya disekitar 300 mIU/mL, ditambah dengan hasil USG yang masih nihil tidak ada tanda janin berkembang di rahim. Nah dihari itu saya divonis hamil ektopik kembali, terus respon kita gimana ? tentu saja ambyar tapi sudah gak terlalu kaget karena kita sudah mengira pas hari pertama kontrol dan tentu saja sudah menyiapkan mental, sambil mengatur nafas saya mencoba kuat untuk menerima takdir ini “Harus ikhlas, harus ikhlas, yang legowo” itu yang kita ucapkan untuk saling menguatkan. Dikarenakan janin tersebut tidak menampakkan wujud entah dimana dia bersembunyi walaupun sudah dicari disetiap sudut menggunakan USG Transvaginal tetap saja nihil hasilnya. Saya tetap dinyatakan hamil, tapi hamil di luar kandungan yang entah dimana janinnya berkembang, oleh karena itu pak dokter memberikan ku suntikan mtx agar janinnya tidak berkembang menjadi besar, perkiraan masih kecil belum bisa dideteksi oleh alat USG, kalau saja terlambat maka saya masuk ruang operasi lagi, mungkin dengan pertimbangan ini cara pak dokter mengantisipasi resiko yang lebih parah terhadap diriku. Untuk mencegah janin tersebut membesar maka saya di suntik mtx. Setelah itu mengkonsumsi supplement asam folat (sehari 2 kali seingat saya dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan) agar menyeimbangkan tubuh saya pasca suntik mtx (ini sepemahaman saya kalau salah saya minta maap), saya harus tes beta HCG untuk memastikan kadarnya menurun, dengan perasaan berat hati saya terima “Maafkan bundamu ini ya dek bayi, gagal kedua kali belum dapat menyelamatkan salah satu dari kalian dan kita belum ditakdirkan untuk bertemu, mungkin dilain waktu kita bisa bertemu bersama ya Hawari dan Rosyid”, gumamku dalam hati yang sangat sedih, saya masih berharap “Ada hadiah lebih baik dari Allah yang masih disembunyikan untuk saya, ntah kapan itu yang penting saya harus menghadapi dan melewati ujian ini dengan sukses”. Seperti biasa hasil tes lab saya konsultasikan ke pak dokter, kadar hormonnya menurun tapi menurut beliau masih tinggi, untuk kedua kalinya saya disarankan untuk mengulangi hal yang sama seperti minggu yang lalu. Sampai 3 kali saya seperti itu karena hasil yang kemarin kadar hormonnya masih ada tapi sudah menurun. Mental sudah “down” karena saya sudah capek dan mungkin suamiku juga lebih capek karena fisik serta pikirannya “terbagi” menjadi dua kerjaan dan urusan rumah apalagi ditambah kondisku yang seperti ini”. Oiya selama sebulan itu saya pendarahan masif tapi tidak banyak, sempat disuatu hari tiba – tiba keluar “grenjel” kotoran berwarna hitam yang tidak beraturan disertai pendarahan yang keluar dari kemaluan saya, “apakah ini janinnya ?” gumam saya lalu lanjut membersihkan diri. Di Bulan Mei ini bertepatan juga dengan bulan Ramadhan, lebih dari tiga kali saya bolak – balik dari kosan berangkat rumah sakit pulang kosan berangkat ke laboratorium lanjut rumah sakit setiap minggu berkutat seperti itu, sampai di tanggal 24 Mei 2020 tepatnya malam takbiran besoknya sudah lebaran, saya pergi ke rumah sakit untuk konsultasi hasil tes beta HCG dan disuntik mtx untuk yang terakhir karena kadar hormonnya sudah sedikit dibawah 50 mIU/mL. Total empat kali suntikan yang saya terima dan ini yang terakhir agar sisa – sisa sel janinnya bersih. Sebelum pulang saya dan suami berterimakasih banyak ke pak dokter sudah memberi jalan keluar dari permasalahan yang kita alami, dan minta maaf banyak ngerepotin dokter ya walaupun itu tugas mereka nerima pasien yang bermasalah seperti saya, serta tidak lupa “Minal Aidzin” karena besok sudah Idul Fitri. Diperjalan pulang menggunakan motor dengan suasana Malam Takbiran yang sepi agak ramai karena masih PSBB Covid – 19 saya bergumam di hati “Terimakasih Tuhan memberikanku orang – orang baik disekitarku, selalu diberikan jalan keluar ketika saya diuji dan disetiap berita kurang baik pasti ada berita yang lebih baik yang saya dapatkan” rasanya senang dinyatakan bisa hamil normal setelah terlepas dari kehamilan ektopik yang kedua kalinya tapi saya masih cemas dengan diri saya “apakah saya mampu hamil normal ? atau terulang kembali untuk yang ketiga kalinya?” ucap saya ke pak suami yang sedang mengendarai motor respon suami “udahlah do’a yang terbaik saja yang penting kita udah berusaha dulu”. Yap total saya sudah mengalami dua kali kehamilan ektopik dalam waktu berdekatan dari bulan Januari sampai Mei, cukup menjadi trauma untuk saya dan mungkin pak suami juga.

Setiba di kosan kita pun ikut meramaikan suasana malam takbiran di tanah rantauan, cukup sedih lebaran kali ini di musim pandemi tidak diperbolehkan pulang padahal sudah jauh – jauh hari saya sudah memesan tiket kereta api tapi apalah daya ini Pemerintah menyatakan PSBB berskala besar karena pandemi Covid – 19 maka saya batalkan tiketnya, malam semakin larut kita langsung beristirahat cukup lelah untuk hari ini tapi perasaan sudah “plong” karena divonis sembuh dari kehamilan ektopik, sebelum tidur kita do’a bersama “semoga Allah memberikan berita baik untuk kita, Aamiin”. Keesokan harinya suasana lebaran solat Ied di kosan, setelah itu sepi karena ditinggal suami dinas pagi, saya mengisi kesibukan untuk menelpon/video call keluarga bercengkrama biasanya kumpul makan bersama dengan keluarga tapi kali ini tidak dapat pulang kampung hanya hadir lewat virtual, tidak lupa menyapa teman – teman akrab saya sekedar tanya kabar dan sedikit “curcol” , di sore hari pak suami pulang kita menjalani waktu bersama hari demi hari , minggu demi minggu sampai datang bulan Juni. Pendarahan saya pasca hamil ektopik yang kedua sudah berhenti di minggu pertama bulan Juni, tak lupa untuk cek tespek untuk memastikan saya terbebas dari kehamilan ektopik, hasilnya tentu saja sudah negatif, saya pun berucap Alhamdulillah, pak suamipun merespon dengan senyuman kecil pertanda dia juga senang walaupun terlihat capek diraut wajahnya, maklum semua urusan rumah dan mencari nafkah di handle dia semua, memang manusia super pak suamiku. Jujur untuk kali ini saya dan suami tidak “ngebet” banget untuk mempunyai anak, kita sudah “nothing to lose” tidak berharap banyak dan kehamilan ektopik masih menjadi trauma bayang – bayangnya selalu hadir dikala saya bengong sendiri, tapi saya sudah ikhlas menerima keadaan ini bahwa tubuh saya seperti ini yang bisa mengatur hanya Tuhan, saya dan pak suami sudah berusaha semuanya tapi hasil yang menentukan Yang Maha Kuasa.

Akhir bulan Juni belum sempat haid, saya curiga dan iseng untuk cek tespek pada pagi hari setelah bangun tidur. Alhsail tespek menunjukan positif respon suami juga biasa saja soalnya mungkin dia juga trauma atas kejadian yang kita lalui bersama. Senang bahagia tapi cemas itulah yang kita rasakan, kita tidak mau cemas berkepanjangan memutuskan untuk konsultasi ke dokter pak ruswana. Biasa sore hari kita berangkat berboncengan menggunakan motor ke Rumah Sakit, untuk menemui pak dokter. Singkat cerita, kita harap – harap cemas saat konsultasi tanya jawab dengan pak dokter, jantung saya berdebar kencang saat akan dicek USG. Akhirnya hasil yang diidam – idamkan terlihat janin berusia 4 mingguan ada di rahimku, detak jantung dan ukuran normal (menurut pak dokter). Kita pun senang menyambut janin ini, sore itu berasa kita dikasih hadiah yang terbaik oleh Allah, semua anjuran dokter kita turutin dari suplemen, makanan, minuman semua yang baik untuk ibu hamil saya laksanakan. Sepulang itu saya langsung belanja kebutuhan ibu hamil di market sebelah Rumah Sakit seperti biasa ditemani dengan pak suami, maklum suasana hati sedang bahagia menyambut hamil pertama saya yang normal, belanja kebutuhan ibu hamil sesuai anjuran pak dokter. Suasana di kosan bareng pak suami pun semakin hangat, dia selalu siap siaga dikala usia hamil saya trisemester pertama karena saya dianjurkan pak dokter banyak – banyak istirahat jangan banyak gerak dulu, akhirnya yang selalu nyiapin dari makan, nyuci serta jemur dia semua bahkan pas boncengan naik motor pak suami mengendarai dengan santai pelan hati – hati banget pokoknya. Tak lupa saya selalu mengucapkan syukur ke Allah karena mendapatkan suami yang sabar dan saya dapat hamil normal rasanya bahagia banget, kabar baik ini saya informasikan ke keluarga yang di kampung, respon mereka menyambut dengan suka cita. Jangan lupa bersyukur ya teman – teman dalam keadaan senang maupun sedih karena semua yang kita inginkan belum tentu Tuhan merestui, takdir Tuhan mutlak yang terbaik untuk kita dan selalu memberikan ke hambanya pada waktu yang tepat jadi kita harus bersabar dan tak ketinggalan berusaha serta do’anya selalu kita kerjakan.

Kehamilan normal pertama yang saya alami ini bukan tanpa halangan, pasti ada aja ujian yang saya alami, ya namanya orang hidup pasti diuji hehe, ada beberapa yang saya akan ceritakan disini. Pada trimester pertama saya mengalami sembelit (susah pup), disuatu hari saya melihat darah saat di WC berbarengan dengan ngeden karean susah banget, saya langsung panik kepikiran pendarahan. Setelah selesai urusan WC saya langsung ngabarin ke pak suami, dengan nada panik “Mas, ini saya pendarahan lagi” pak suami merespon dengan santai iya nanti sore pergi ke Rumah sakit, tapi hari itu pak ruswana sedang tidak dinas, akhirnya saya booking antrean ke dokter bu Fitriya, iya bu dokter yang merekomendasikanku ke pak ruswana dulu saat hamil ektopik pertama saya. Singkat cerita saya dan pak suami sudah diruangan praktek bu dokter untuk konsultasi keluhan saya, bu fitriya langsung merespon dengan senyuman tipis “ayo kita langsung priksakan saja”. Dicek sama bu dokter melalui “maaf” vagina saya, takutnya ada luka atau hal yang lain, soalnya darah keluar pas waktu saya ngeden setelah itu normal kembali tidak ada darah yang keluar. Bu dokter menyimpulkan bukan darah yang keluar bukan dari vagina tapi saat dicek memang keputihan banyak, beliau juga mengatakan banyaknya keputihan ini salah faktor yang mempengaruhi hamil ektopik, tapi keputihanku termasuk yang normal bukan yang berbahaya karena warna dan baunya masih wajar ujar bu dokter menjelaskan tentang keputihan serta dilakukan pembersihan diarea itu. Buk dokter menyimpulkan ini karena sembelit jadi darah yang keluar itu dari anus bukan dari depan, saya pun seaakan setuju karena makanan yang saya konsumsi saja mengandung banyak serat seperti setiap sarapan makan roti gandum berserat dengan buah pisang dan alpukat (termasuk buah berserat). Wajar saja saya sembelit makannya tinggi serat semua dan dokter menganjurkan mengkonsumsi buah – buahan yang mengandung banyak air agar sembuh dari sembelit tak ketinggalan obat penahan rasa nyeri lewat anus diresepkan ke saya untuk mengurangi rasa nyeri pada waktu ngeden dipakai kalau sebelum tidur malam. Seminggu kemudian saya sembuh dari sembelit, untuk ibu – ibu yang sedang hamil untuk memperhatikan makannan yang dikonsumsi ya, memang makanan berserat itu baik tapi kalau berlebihan itu juga tidak baik. Sebulan sekali saya cek kandungan ditemani pak suami untuk pertama kalinya saya mendapatkan buku kandungan dari dokter (pada saat bulan pertama) rasanya senang banget bisa melihat progeres tumbuh berkembang anak saya dari bulan ke bulan selanjutnya dengan baik di rahim saya. Yang awalnya segumpal darah yang berdetak, lalu terlihat kepala dan tulang ekor, tumbuh tangan dan kaki, semakin besar janinnya sampai bisa dihitung jumlah jarinya dari usg, pose – pose yang lucu, sudah bisa dilihat saya dan pak suami, senang banget ketika kontrol cek kandungan kita antusias ketemu sama dede bayi. Akhirnya setelah bersabar pada awal tahun sampai pertengahan tahun saya dapat lihat janin di rahim saya, suatu hal yang amat “megah” bagi saya yang punya riwayat hamil ektopik, usaha memnag tidak menghianati hasil.

Pada trimester kedua saya mulai dianjurkan untuk bergerak, tapi emang sudah “kelas pro” kalau beristirahat badan terasa berat, aktivitas saya masih terbatas tapi saya berjuang melayani pak suami “dikala saya kesusahan dia selalu ada, saya juga harus bisa sama seperti dia, selalu ada untuk pak suami membantu pak suami kesulitan”, itu menjadi motivasiku untuk dapat bergerak keluar dari kemageran. Sempat mencoba senam hamil yang ujungnya berdebat dengan pak suami, pak suami inginkan banyak gerakan dan durasi lama, sedangkan saya sudah terlanjur capek, kadang tontonan senam hamil yang di youtube belum selesai saya sudah selesai duluan hehe, saya lakukan itu rutin sehari sekali pas minggu pertama di trimester kedua tapi minggu selanjutnya udah bisa ketebak saya mager jadi 2 minggu sekali dan akhirnya sebulan sekali sampai trimester ketiga datang menyambutku, badan mulai melar perut semakin membuncit gerakanku terbatas sampai tidurpun kesulitan ngepasin perut. Saya hamil mengalami “ngidam” gak ?, jawabannya iya gatau kenapa waktu itu pengin banget es pisang ijo tapi pak suami telat ngabulin permintaanku, saya cuman nangis dipojokan kasur rasanya kok sedih banget. Gak tega ngeliat saya, pak suami langsung ngajak keluar kosan beli es pisang ijo perasaan saya langsung senang 180 derajat yang saya rasakan seperti gatau ini namanya ngidam atau bukan tapi itu nyata. Saya sempat khawatir pada bulan ke 5 – 6 kok belum ada gerakan diperut saya?, atau saya yang tidak peka gerakan janin atau memang belum kerasa ?, itu yang membuatku cemas padahal kalau di usg janin saya berubah – ubah mulu posisinya kadang membelakangi bulan depan sudah beda lagi, kata pak dokter “masih normal bu tenang saja”, okelah saya pun mencoba untuk tidak overthingking karena repon pak dokter baik – baik saja. Pada di suatu malam tidur dengan pak suami saya merasakan ada sesuatu yang bergerak di dalamm perut saya, ya itu dedek bayinya lagi gerak, diiyakan juga sama pak suami yang langsung meraba perut saya untuk merasakan gerakan tersebut, hatiku pun senang kembali setelah overthingking ga jelas. Gerakan dedek bayi semaikin hari semakin kerasa berasamaan dengan tumbung kembangnya menjadi besar, setiap malam sebelum diriku tertidur bayiku ini selalu absen. Diakhir penghujung trimester kedua saya mulai menyiapkan perlengkapan segala macam barang yang bersangkutan dengan bayi yang baru lahir.

Trimester ketiga datang, saya menyiapkan mental untuk ”lahiran”, jujur dari awal kehamilan saya belum terlalu worry tentang proses melahirkan tetapi lama – kelamaan saya cemas dan mulai searching tentang tips – tips proses kelahiran. Bulan ke tujuh saya mulai merasakan perut bagian bawah sudah mulai kram, gerakan dedek bayi di rahim mulai terasa membuat saya agak kurang nyaman, tapi semua rasa tidak nyaman itu hilang saat saya melihat dedek bayi melalui alat USG perasaan menjadi nyaman serta tenang. Bulan Desember kontrol kandungan yang terakhir kali dengan pak ruswana karena saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, ada beberapa pertimbangan yang komplek seperti merawat bayi dan diriku sendiri pasca lahiran, serta saya belum tau tentang ilmu – ilmu tentang merawat bayi, tentu saja keputusan ini direstui oleh pak suami. Di bulan ini juga saya sudah mulai cemas khawatir memikirkan keselamatan saya dan bayiku, pokoknya kalau orang sekarang menyeutnya “overthingking”. Saya dan suami menanyakan rekomendasi tentang dokter kandungan di wilayah Purwokerto karena kita sudah merencankan melahirkan disitu, dengan senyuman khas dia merekomendasikan beberapa dokter, salah satunya pak hesa. Pulang dari rumah sakit kita langsung menata barang perlengkapan untuk ”mudik” yang pertama kali di musim pandemi covid – 19. Mudik dengan menggunakan kereta api alhamdulillah nyaman dan lancar tidak ada kendala yang terjadi. Singkat cerita pergantian tahun 2020 – 2021 saya dan suami kontrol kandungan ke Rumah Sakit sesuai anjuran pak Ruswana kita menemui pak dokter Hesa untuk berkonsultasi kontrol rutin, ternyata beliau juga ramah dan kita langsung cocok ”ok saya lahiran dengan pak hesa saja” pak suami pun menyetujui, tak lupa kita tanya – tanya ke administrasinya untuk lahiran normal atau ceasar berapa nominalnya, ruangan kamarnya serta jasa dan fasilitas includenya apa saja, pada hari itu kita cari tahu secara mendetail di Rumah Sakit Purwokerto. Sebelum lahiran kita memutuskan untuk ”Long Disntance Merriege” saya udah di kampung dan suami merantau untuk bekerja kembali, yang pasti sedih ditinggal suami karena sudah kerasan hidup susah – senang bareng di kosan, dan sekarang saya tinggal bersama orang tua saya. Setelah usia kandungan 35 minggu setiap minggunya saya sudah rutin kontrol kandungan ke pak Hesa untuk sekedar mengintip dedek bayi sedang apa dan yang lebih penting posisi dedek bayi sudah pas mapan atau belum (kepala di bawah sudah siap untuk keluar), ternyata dedek bayi posisinya sudah mapan saya pun lega. Bulan ke dua dan minggu ke dua di tahun 2021 usia kandungan saya sudah 37 mingguan seperti biasa saya kontrol kandungan ke dokter pak Hesa dan sudah menyiapkan perlengkapan barang untuk lahiran. Saat dicek dengan USG terlihat pengapuran pada ari – ari /plasenta anak saya dan air ketubannya sudah mulai kurang tapi saya belum merasakan tanda – tanda melahirkan seperti buang air kecil terus menerus, perut mulas hanya saja kram sudah menjadi biasa. Disitu saya ditawarkan untuk melahirkan secara ceasar “bu, ini sudah terjadi pengapuran di plasenta bayinya, dan kalau diperhatikan air ketubannya sudah mengurang, jadi saya sarankan dalam jangka waktu tiga ini harus dikeluarkan / lahiran, karena proses pengapuran plasenta bisa mengakibatkan jalan bayi untuk makan/mendapatkan nutrisi terhambat”, kata pak Hesa. Dokter juga menanyakan kepada saya, mau mencoba induksi atau sc ?. Saya pun masih belum siap fisik karena sehari sebelum cek kandungan, saya marathon nonton drakor hehe maklum saya berpikir kalau sudah punya bayi sudah ga bisa ”leha – leha” pasti sibuk ngerawat anak, jadi saya putuskan untuk nonton drakor dan itu membuat fisik saya lelah karean kurang tidur. Akhirnya saya mengabarkan ke pak suami tentang kondisi kanduanganku, pak suami bisa datang pas hari besoknya dan saya memutuskan lahiran dengan operasi ceasar besok tepatnya di hari minggu ditemani oleh suami. Oiya saya bukan ibu – ibu yang idealis yang harus melahirkan secara normal, yang penting saya dan anak selamat semua karena sudah merasakan “kepahitan” kehilangan 2 kali makanya saya gak boleh kehilangan untuk ketiga kalinya. Harus dimaksimalkan apapun caranya yang penting selamat semua. Ini juga sebagai pertimbangan ya teman – teman jangan terlalu idealis untuk menentukan keputusan karena keputusan yang tepat adalah keputasan yang “win – win solution” tidak ada yang dirugikan dikedua belah pihak, sempat dengar kabar dari sepupu/saudara pak suami kehilangan bayinya (Innalillahi wa innailahi ro’jiun) karena telat lahiran padahal itu sudah HPL karena dia ingin lahiran secara normal, itu yang membuat saya agak cemas tapi kembali lagi ke keputusan yang telah dipilih pasti ada pertimbangan yang lain yang membuat mereka untuk lahiran normal. Contohnya saya dulu idealais untuk konsultasi kandungan dengan dokter cewek saja karena malu, tapi keadaan yang menyuruh saya untuk konsultasi dengan pak dokter dan lama – kelamaan cocok jadi idealis itu saya pinggirkan dulu.

Di usia kandungan lebih dari 37 mingguan saya melahirkan bayi dengan cara operasi ceasar yang dibantu oleh pak hesa dan timnya. Bayi saya dikategorikan normal kondisi fisik alhamdulillah baik, dengan bobot 3,2 kg dan panjang 48 cm. Prosesnya sungguh cepat, kurang dari 2 jam saya di ruangan operasi tapi belum sempat untuk melihat dedek bayinya secara penuh, setelah lahiran saya disambut oleh pak suami yang sudah dijinkan masuk ke ruangan observasi operasi tentu saja lahiran di musim pandemi sungguh sangat ribet syaratnya, tapi saya dimudahkan dalam hal tersebut karena menaati aturan. Anak saya langsung dimasukan ke ruangan observasi bayi untuk dipantau lebih lanjut diikuti pak suami dibelakangnya sekalian untuk “mengAdzani”, Sebelum ritual itu anak saya lebih cool dari bayi yang lainnya, yang lain nangis teriak kencang, anak saya hanya mengeluarkan suara tipis, setalah “diadzani” anak saya nangis tapi ga kencang suamipun pergi karena ruangan tersebut harus steril, setelah itu pak suami menceritakan anaknya dengan detailnya seakan – akan menggambarkan tubuh dan tingkah lakunya pada saya yang belum lihat penuh, maklum masih terpengaruh obat bius jadi belum terlalu fokus. Saya dipindahkan ke ruang inap, info dari para suster anak saya di ruangan observasi selama 5 jam setelah itu baru bisa bersama saya. Setelah operasi ceasar saya langsung disuruh latihan duduk, nyeri banget rasanya tahapan pertama disuruh miring kanan – kiri mumpung disamping belum ada dedek bayi saya selalu “try hard”. Ba’da isya, anak saya datang dengan cool dia sedang tidur nyenyak banget gak tega untuk ngebangunin. Setelah lumayan bisa memiringkan badan saya coba untuk menyusui dia, susah banget awalnya, kata orang perkenalan dulu anatara puting dan mulut bayi saya coba tetap saja susah tiba – tiba nangis pengin nyerah tapi kepikiran kalau saya tidak bisa nanti anak minum apa ?, sedangkan ASI saya keluar deras, oiya ASI saya sudah keluar (merembes) ketika hamil diusia kandungan 34 mingguan. Saya bersyukur ASI saya selalu keluar (ini belum ngonsumsi suplemen atau ramuan) walaupun masih keteteran menyusui tapi lama kelamaan si bayi tau letak puting ibu dan menyusu dengan benar, waaah rasanya lega banget. Saya belum berani menggendong bayi karena masih fokus penyembuhan, untung ada mama dan pak suami (pak suami langsung jago “the power of kepepet”) setelah rawat inap selama 3 hari 2 malam akhirnya saya pulang ke rumah. Tugas saya menemani dan menyusui dedek bayi, seperti biasa pak suami yang pontang – panting dari ganti popok sampai nyuci pakaian kita (saya, pak suami, tambahan dedek bayi). Tapi kalau malam hari yang sering begadang saya mungkin pak suami kecapean, bayi nangispun kalau gak dibangunin ga bangun dia tidurnya pules amat, tapi kalau saya langsung tap tap tap khawatir dedek bayi kenapa – kenapa. Proses penyembuhan pasca operasi ceasar sekitar 2 minggu saya sudah bisa mandiri untuk mengurusi diri saya sendiri dan dedek bayi.

Setelah lumayan sembuh langsung diadakan akekah 2 kambing karena anak saya laki – laki, saya namakan “Sempurna” karena dia hadir dikala saya sedang sedih, dia hadir setelah kehamilan ektopik 2 kali, dia hadir setelah saya suntik mtx (jujur khawatir takut mempengaruhi janin) tapi saya cek tespek sudah negatif dan pendarahan berhenti emang sudah bersih kok waktu itu jadi udah clear kadar mtxnya, dan yang mengusulkan nama ini pak suami karena ini termasuk keajaiban yang nyata dialami oleh kita sepasang suami istri yang sudah pasrah dengan keadaan setelah diuji berbulan – bulan, tiba – tiba dikasih hadiah yang sempurna oleh Allah. Sampai sekarang kita hidup bertiga mengontrak rumah di Bandung (maklum belum ada dana untuk beli rumah, do’ain saja semoga bisa dapat rumah), setelah 1,5 tahun “Long Distance Merriage” akhirnya memutuskan untuk hidup bertiga.

Dengan saya bercerita tentang pengalaman pribadi ini semoga bisa diambil hikmahnya ya teman – teman, harus sabar dan selalu berusaha kita tahu kok usaha tidak menghianati hasil dan jangan lupa untuk selalu berdo’a kepada Allah agar ketika kita down mentalnya ada spirit tambahan untuk kuat kembali. Oiya walaupun panjang banget ceritanya semoga ilmu pengetahuan yang sedikit saya sisipkan dapat berguna dan menambah wawasan teman – teman ya. Akhir kata dari saya terimakasih yang sudah membaca, mohon maaf kalau ada kalimat yang menyinggung suatu pihak dan semoga kita selalu disehatkan, apapun keadaan kita harus tetap semangat. Waalammu’alaikum.

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.