Anak usia 3-5 tahun lebih cepat belajar banyak hal saat ia bermain. Jadi jangan paksa ia ikut les calistung atau kumon kalau ia tidak mau.
Memang anak suka bermain dengan teman sebayanya. Mengapa tidak coba jadi orang tua yang keren dengan mengajaknya bermain air, main bola atau main Lego bersama?
Anda, ayahnya dan rumahnya adalah dunia si kKcil. Ia melihat hal-hal baru di luar rumah atau bertemu teman-teman yang tidak menyenangkan di PAUD. Rumah membuatnya merasa aman, karena ia sudah tahu apa yang akan ditemuinya di rumah.
Ia sudah tahu sore hari adalah jamnya nonton kartun, lalu makan malam hingga tidur ditemani ibu. Sebaliknya, ketidakteraturan membuat dirinya merasa cemas.
Hari ini ia boleh makan kue banyak-banyak, esoknya Anda sedang bete dan melampiaskannya dengan marah-marah pada si balita. Anda bilang ia terlalu banyak makanan manis, padahal kemarin ia juga melakukannya dan Anda membiarkannya.
Konsistensi adalah sikap yang diperlukan untuk mendidik balita. Orangtua yang tidak konsisten membuat balita tidak nyaman. Ia pun akan sering rewel dan menangis karena sesuatu yang sepele, atau tanpa sebab.
Apa Dampak Mendidik Anak dengan Kasar?
Dampak mendidik anak dengan kasar adalah anak cenderung kurang mampu mengatur emosi, memiliki harga diri yang rendah, dan cenderung tidak mau membantu orang lain dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak bersikap keras. Hal ini dinyatakan dalam sebuah studi longitudinal yang melibatkan 4.200 anak-anak Brasil dari usia baru lahir hingga 18 tahun.
Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa anak-anak dari orang tua yang bersikap keras juga mengalami lebih banyak masalah hubungan dengan teman sebayanya. Meskipun anak-anak yang orang tuanya sangat keras mengalami masalah yang lebih besar, bahkan mereka yang orang tuanya bersikap cukup keras pun mengalami masalah sosial dan emosional saat berusia 18 tahun.
Studi ini juga mendukung studi lain yang dilakukan di China yang menemukan dampak mendidik anak dengan kasar, yakni anak-anak dengan orang tua yang keras cenderung menjadi agresif dan menantang, cenderung berteriak atau bertindak kasar, dan cenderung mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).
Mendidik anak dengan kasar, “mungkin berhasil dalam jangka pendek sebagai mekanisme pengendalian perilaku, tetapi memiliki konsekuensi negatif bagi anak-anak,” kata Kimberly Ann Kopko, pakar perkembangan anak di Bronfenbrenner Center for Translational Research (BCTR) Cornell, seperti yang dikutip dari laman Psychology Today.
Apa Tantangan Terbesar dalam Mendidik Anak?
Meski jawabannya bervariasi, sebuah penelitian memperlihatkan bahwa tantangan terbesar dalam mendidik anak ketika anak berada di usia 12 hingga 14 tahun atau duduk di bangku sekolah menengah pertama. Para orang tua ini merasa lebih buruk dibandingkan orang tua dari bayi, anak prasekolah, anak-anak sekolah dasar, anak-anak sekolah menengah atas, dan anak-anak dewasa. Para ibu dari anak-anak sekolah menengah pertama melaporkan kepuasan pengasuhan yang jauh lebih rendah dibandingkan ibu-ibu lainnya.
Eileen Kennedy-Moore Ph.D. menuliskan dalam Psychology Today bahwa masa tersebut bisa menjadi tantangan terbesar karena secara perkembangan, masa remaja awal adalah masa ketika anak-anak semakin berfokus untuk membangun identitas mandiri, di luar keluarga. Mereka juga menghadapi perubahan hormonal terkait pubertas. Banyak siswa sekolah menengah pertama juga harus belajar beradaptasi di sekolah, lingkungan sosial yang lebih menuntut, dan tuntutan akademik yang lebih tinggi.
Apa Saja Hambatan Bapak dan Ibu sebagai Orang Tua dalam Mendidik Anak?
Hambatan bapak dan ibu sebagai orang tua dalam mendidik anak, di antaranya:
- Kesulitan menentukan batasan screen time.
- Menerapkan pola makanan yang lebih sehat.
- Cara menghadapi tantrum.
- Menghadapi anak yang tidak patuh dan membangkang.
- Menetapkan sistem reward dan hukuman.
- Menghadapi persaingan antar saudara dalam keluarga.
- Cara menghadapi anak yang berbohong atau white lies.
- Cara menghadapi anak yang merengek dan sering mengeluh.
- Cara menghadapi anak yang enggan atau sulit belajar.
Nah, itulah informasi kesalahan orang tua dalam mendidik anak. Sudah siap mengubah cara mendidik balita hari ini, Parents?
Mariana Otero Xavier, Luciana Tovo-Rodrigues, Iná S. Santos, Joseph Murray, Jessica Mayumi Maruyama, Alicia Matijasevich, Harsh parenting trajectories from childhood through adolescence and socioemotional competences at age 18: 2004 Pelotas Birth Cohort Study, Journal of Affective Disorders, Volume 366, 2024, Pages 434-444, ISSN 0165-0327, doi.org/10.1016/j.jad.2024.08.112.
Zhang, Y., Moon, D., Zhang, K. & Yi, Y. (2024) Does Harsh Parenting Really Harm? A Systematic Review of Studies in China. Child Abuse Review, 33(3), e2873. Available from: doi.org/10.1002/car.2873
How Harsh Parenting Harms Kids
www.psychologytoday.com/us/blog/evidence-based-living/202502/how-harsh-parenting-affects-kids
10 Common Parenting Issues and Ways to Deal With Them
www.marriage.com/advice/parenting/common-parenting-issues/
Baca Juga:
Cara Mendidik Anak dalam Islam Sesuai Umur, Sudahkah Parents Lakukan?
21 Jenis Pola Asuh Anak yang Perlu Anda Ketahui
Beda dengan Anak Perempuan, Ketahui 12 Cara Mendidik Anak Laki-laki dengan Benar